J5NEWSROOM.COM, Tingkat inflasi di Inggris yang mencapai 2,6 persen pada November 2024, seperti yang dilaporkan oleh Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), menegaskan bahwa negara ini masih menghadapi tantangan ekonomi yang signifikan dibandingkan dengan negara-negara anggota G7 lainnya. Angka ini merupakan yang tertinggi di antara kelompok tersebut, melebihi inflasi di Prancis (1,3 persen), Jerman (2,2 persen), Italia (1,3 persen), Kanada (1,9 persen), Jepang (2,9 persen), dan Amerika Serikat (2,7 persen). Hal ini juga jauh melampaui target inflasi Bank of England (BoE) sebesar 2 persen, menunjukkan kesulitan yang dihadapi Inggris dalam menahan laju kenaikan harga.
Penyebab utama inflasi tinggi di Inggris adalah lonjakan harga energi, yang sebagian besar dipicu oleh ketegangan geopolitik global. Konflik Rusia-Ukraina serta perang Israel-Hamas berdampak langsung pada peningkatan harga energi grosir secara internasional, memengaruhi seluruh pasar energi, termasuk Inggris. Selain itu, pencabutan subsidi energi di beberapa negara juga memberikan tekanan pada pasar global, menambah kompleksitas situasi.
Di tingkat domestik, pascapandemi Covid-19, permintaan energi meningkat pesat seiring dengan pemulihan ekonomi dan pertumbuhan aktivitas industri. Musim dingin yang lebih dingin dari perkiraan pada tahun 2024 juga meningkatkan kebutuhan energi untuk pemanas, memberikan tekanan tambahan pada pasokan energi domestik. Hal ini diperparah oleh kenaikan biaya jaringan distribusi energi di Inggris, yang akhirnya dibebankan kepada konsumen oleh beberapa penyedia energi. Akibatnya, rumah tangga Inggris mengalami lonjakan dalam tagihan energi, yang secara langsung memengaruhi biaya hidup sehari-hari.
Meskipun pemerintah dan Bank of England telah menerapkan berbagai langkah untuk menekan inflasi, termasuk kebijakan moneter yang lebih ketat, hasilnya belum cukup efektif untuk menurunkan laju kenaikan harga. Dibandingkan dengan negara-negara G7 lainnya, Inggris menghadapi tantangan tambahan karena ketergantungannya yang lebih besar pada impor energi dan struktur pasar energi yang lebih rentan terhadap fluktuasi global.
Situasi ini menciptakan tantangan besar bagi Inggris dalam menstabilkan inflasi, terutama karena tingginya tekanan dari faktor-faktor global dan domestik yang berada di luar kendali langsung pemerintah. Upaya untuk menjaga daya beli masyarakat menjadi prioritas utama, terutama dalam menghadapi tingginya biaya hidup yang semakin membebani rumah tangga. Dalam jangka panjang, Inggris perlu mengadopsi strategi yang lebih berkelanjutan untuk mengurangi ketergantungan pada impor energi dan meningkatkan ketahanan ekonominya terhadap guncangan eksternal.
Editor: Agung