
Oleh Naila Ahmad Farah Adiba
MENGEJUTKAN! Jagad maya kembali dihebohkan dengan sebuah standar yang dikemukakan oleh seorang perempuan dalam memilih calon suami. Di sana disebutkan bahwa dirinya tidak akan menikah dengan laki-laki yang mencintai dan menyayangi ibunya. Contohnya seperti seorang laki-laki yang sering foto dengan ibunya.
Sebenarnya, penting gak sih standar seperti yang dikemukakan tersebut? Bukankah antara ibu dan istri itu adalah dua hal yang berbeda? Lalu mengapa sebagian besar perempuan saat ini menganggap bahwa seorang lelaki yang terlalu mencintai ibunya, maka akan menelantarkan istrinya?
Padahal di dalam syariat Islam, seorang anak laki-laki adalah milik ibunya bahkan ketika ia telah berumah tangga. Maka, hal ini tidak dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan calon pendamping hidup kedepannya. Selain karena itu ada dalam ranah yang berbeda, hal itu tidak seharusnya diperdebatkan.
Masalahnya saat ini, banyak generasi muda yang enggan mempelajari dan mendalami agamanya sendiri. Akibatnya, ia akan phobia dengan ajaran agamanya tersebut. Ditambah lagi dengan semakin canggihnya teknologi membuat berbagai informasi sangat cepat untuk sampai ke setiap orang bahkan hingga ke pelosok negeri.
Islam tidak menghalangi teknologi untuk semakin berkembang. Karena itu adalah suatu ketetapan, bahwa semakin maju sebuah zaman, maka ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada juga akan semakin maju. Sehingga, sangat tidak wajar jika ada seseorang yang mengaku muslim, namun anti terhadap perkembangan teknologi.
Pasalnya, teknologi-teknologi yang ada saat ini dasarnya yang membuat adalah para cendekiawan muslim di masanya dahulu kala. Maka, teknologi hanya sebuah sarana yang membantu jalannya kehidupan. Teknologi ini ibarat pisau bermata dua yang bisa menimbulkan kebaikan, namun juga menimbulkan keburukan di saat yang sama.
Musuh-musuh Islam juga sangat paham bahwa jika menyerang kaum muslimin melalui senjata alias kontak fisik, maka mereka yang akan kalah. Maka, mereka mencoba cara baru yakni perang melalui pemikiran atau biasa disebut dengan ghazwul fikri.
Ditambah dengan perasaan enggan untuk mengkaji Islam, generasi muda muslim sukses terbuai dengan berbagai pemikiran sesat yang dilancarkan oleh Barat. Salah satunya adalah berbagai standar calon pasangan yang tidak sesuai dengan syariat Islam dan tidak memiliki keterkaitan di dalamnya.
Hal ini bisa terjadi karena kaum muslim tidak memiliki informasi yang memadai untuk menghalangi masuknya pemikiran-pemikiran asing tersebut. Ditambah dengan abainya mereka terhadap ilmu pengetahuan dan wawasan. Lalu, lingkungan yang tidak mampu untuk mendidik, serta negara yang tidak berperan dalam mendidik generasi muda ini.
Oleh karenanya, salah satu cara yang dapat dilakukan agar terhindar dari informasi dan pengaruh-pengaruh buruk yang dihasilkan oleh perkembangan teknologi adalah dengan membentengi diri sendiri dengan cara mengkaji Islam tanpa kenal lelah. Kemudian carilah circle atau kelompok yang bisa membantu kita untuk istikamah di jalan kebenaran.
Dengan cara seperti itu, kita akan mengetahui mana standar yang sesuai dengan syariat Islam. Karena percaya deh, aturan Islam itu memudahkan, bukan menyusahkan. Kalau terasa sulit, coba introspeksi diri. Siapa tahu, kitalah yang kurang mempelajari ilmu tersebut.
Lalu, kita harus ingat juga bahwasanya kita juga punya kewajiban untuk menyadarkan banyak orang tentang indahnya Islam. Karena, jika kita hanya berubah secara individu, hasil yang diperoleh tidak akan signifikan. Maka, kita butuh circle yang akan bersama-sama mewujudkan impian kita. Yakni, perbaikan tatanan kehidupan di bawah syariat Islam yang sempurna diterapkan.
Wallahu a’lam bish showwab.
Penulis adalah Siswi MAN 1 Kota Batam