![](https://j5newsroom.com/wp-content/uploads/2025/02/PANGLIMA-KAPOLRI.jpg)
J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Revisi Tata Tertib (Tatib) DPR yang memberikan kewenangan untuk mencopot Kapolri dan Panglima TNI menuai kritik.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, tatib yang direvisi DPR ini menyalahi kewenangannya sebagai lembaga pengawas. Sebab, penunjukan Kapolri merupakan hak prerogatif presiden.
“Mencopot atau mengganti Kapolri atau Panglima TNI tetap hak prerogatif Presiden,” kata Bambang dikutip Jumat 7 Februari 2025.
Menurut Bambang, jika Polri atau TNI melakukan kesalahan atau ada kinerjanya yang dipertanyakan, DPR bisa meminta penjelasan ini kepada institusi terkait. Namun, pencopotan dan penunjukan pimpinan baru tetap menjadi kewenangan presiden.
“Tidak mungkin DPR bisa mencopot Kapolri atau Panglima TNI. Kewenangan DPR hanya sebatas melakukan pengawasan pada kebijakan yang diambil Kapolri atau Panglima TNI,” kata Bambang.
Bambang mengatakan, tatib DPR hanya bisa mengatur internal DPR, tidak bisa mengatur di luar kelembagaan. Dia menilai, tatib yang baru direvisi DPR ini merupakan kekonyolan dan tidak tahu batas.
“Membuat tatib yang berisi sesuatu yang jelas melanggar UU, selain mengarah pada abuse of power juga kekonyolan, seolah DPR tidak mengetahui batasan-batasan kewenangannya,” kata Bambang.
Diketahui, DPR melakukan revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib).
Lewat revisi tersebut, DPR akan melakukan evaluasi secara berkala terhadap pejabat negara yang mereka pilih. Aturan itu tertuang dalam pasal 228A ayat (2).
Tatib DPR Bisa Copot Pejabat Negara Inkonsitusional
Sementara itu, Direktur Indo Defend Watch (IDW), Malkin Kosepa melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi, Jumat 7 Februari 2025.
“Ketentuan ini termasuk kemampuan DPR untuk mencopot Panglima TNI dan Kapolri yang justru berpotensi melanggar prinsip-prinsip konstitusi negara,” kata Malkin.
Menurut Malkin, pencopotan pejabat tinggi negara seperti Panglima TNI dan Kapolri bukan merupakan wewenang DPR.
“Pasal 10 UUD 1945 secara tegas menyebutkan bahwa Presiden adalah pemegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara,” kata Malkin.
Hal ini berarti urusan pengangkatan maupun pemberhentian Panglima TNI sepenuhnya berada di tangan Presiden, bukan di bawah intervensi DPR melalui Tatib.
Lebih lanjut, Malkin menekankan bahwa DPR tidak memiliki landasan konstitusional untuk mencopot pejabat eksekutif, termasuk Panglima TNI dan Kapolri.
“Pasal 11 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI menyebutkan bahwa Panglima TNI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR,” kata Malin.
Namun hal itu bukan berarti DPR dapat mencopot Panglima tanpa usulan atau kewenangan dari Presiden. “Tatib seperti ini berpotensi melanggar batas kewenangan konstitusional,” kata Malkin.
Malkin menilai bahwa pengaturan tersebut bisa menciptakan ancaman serius terhadap sistem presidensial yang diatur dalam UUD 1945.
“Jika DPR diberi ruang untuk mencopot pejabat strategis seperti Panglima TNI dan Kapolri, maka ini dapat menggeser pola hubungan eksekutif-legislatif yang semestinya saling mengontrol dan mengawasi, bukan mengambil alih kewenangan eksekutif,” kata Malkin.
Sumber: RMOL
Editor: Agung