
J5NEWSROOM.COM, Rencana penggabungan Badan Intelijen Strategis (BAIS) dan Badan Intelijen Negara (BIN) dinilai dapat melemahkan fungsi intelijen nasional. Pasalnya, kedua lembaga tersebut memiliki ranah kerja dan tanggung jawab yang berbeda.
Pengamat politik dari Motion Cipta (MC) Matrix, Wildan Hakim, menjelaskan bahwa BIN merupakan lembaga negara di bawah Presiden, sedangkan BAIS berada di bawah koordinasi Panglima TNI. Menurutnya, BIN bekerja untuk mengantisipasi potensi ancaman terhadap negara secara umum, sementara BAIS fokus pada intelijen yang berkaitan dengan tugas-tugas militer.
Wildan menekankan bahwa cakupan kerja BIN lebih luas dan kompleks karena melibatkan unsur TNI dan Polri, sedangkan fungsi BAIS baru terasa nyata dalam konteks operasi militer atau situasi kedaruratan perang.
“Secara teknis memang bisa digabung karena ada kesamaan fungsi. Namun, tantangan reorganisasi tidak bisa diabaikan karena prosedur dan budaya kerja keduanya bisa berbeda,” ujarnya, Senin 12 Mei 2025.
Ia menambahkan, penggabungan ini memerlukan kesepakatan antara Presiden, DPR, Kepala BIN, Kepala BAIS, dan Panglima TNI. Namun, dengan latar belakang militer yang dimiliki Presiden Prabowo Subianto, ia memprediksi Prabowo tidak akan menyetujui wacana ini.
Menurut Wildan, BAIS adalah tulang punggung intelijen militer. Jika digabungkan dengan BIN, ada risiko BAIS hilang dan pemerintah hanya akan mengandalkan informasi intelijen dari satu sumber.
“Presiden Prabowo sepertinya akan berpikir taktis untuk mempertahankan BAIS, agar tetap memiliki dua versi informasi intelijen,” katanya.
Wildan menegaskan bahwa penggabungan BIN dan BAIS justru dapat memperlemah kekuatan intelijen nasional karena hanya akan ada satu lembaga intelijen yang berfungsi aktif.
Editor: Agung

