
J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Meningkatnya krisis neraca perdagangan Indonesia memicu kekhawatiran serius terhadap ketahanan ekonomi nasional. Sepanjang 2024, Badan Pusat Statistik mencatat defisit perdagangan mencapai 2,5 miliar dolar AS, diperparah oleh penurunan ekspor nonmigas sebesar 3,2 persen, terutama di sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur yang menyerap lebih dari tujuh juta tenaga kerja.
Meski Amerika Serikat telah menurunkan tarif impor dari 32 persen menjadi 19 persen, hal itu belum cukup untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia. Apalagi, AS merupakan negara tujuan utama dengan kontribusi sebesar 12 persen terhadap ekspor nasional. Ketergantungan industri pada bahan baku impor, yang mencapai 60 persen dari biaya produksi, memperberat beban sektor manufaktur dan nilai tukar rupiah yang kini tertekan di angka Rp16.200 per dolar AS.
Kondisi ini menuai kritik tajam, salah satunya dari Co Founder Forum Intelektual Muda, Muhammad Sutisna. Ia menilai krisis ini mencerminkan kegagalan Kementerian Perdagangan dalam merespons dinamika global. Negosiasi perdagangan yang tidak membuahkan hasil signifikan dan belum optimalnya pemanfaatan perjanjian seperti RCEP dinilai sebagai cerminan lemahnya strategi kementerian tersebut.
Sutisna juga menyoroti lambannya upaya revitalisasi industri dalam negeri, meski sektor manufaktur berkontribusi 19 persen terhadap PDB. Kadin menilai peningkatan rantai pasok lokal bisa mendongkrak nilai ekspor hingga 20 persen dalam tiga tahun, namun implementasi kebijakannya masih minim. Dampak dari kondisi ini telah dirasakan langsung oleh sektor ketenagakerjaan, dengan 150 ribu pekerja di sektor tekstil dan alas kaki kehilangan pekerjaan sepanjang 2024.
Melihat kondisi tersebut, Sutisna mendorong Presiden Prabowo untuk segera melakukan reshuffle kabinet, terutama pada posisi Menteri Perdagangan. Ia menyebut, jabatan tersebut perlu diisi oleh figur berpengalaman dan strategis guna mengembalikan kepercayaan pelaku usaha dan memperkuat posisi Indonesia di kancah global.
Nama Harvick Hasnul Qolbi diusulkan sebagai calon potensial. Mantan Wakil Menteri Pertanian ini dinilai memiliki rekam jejak kuat dalam pengembangan sektor riil, termasuk peningkatan produktivitas UMKM pertanian sebesar 15 persen di Jawa Timur pada 2023. Jaringannya di LPNU, PBNU, dan ICMI juga dianggap sebagai modal penting untuk menghadapi tantangan global.
Menurut Sutisna, penunjukan sosok seperti Harvick dapat memicu lahirnya kebijakan perdagangan yang lebih inovatif dan berorientasi pada kedaulatan ekonomi nasional.
Editor: Agung

