
J5NEWSROOM.COM, Batam – Proses hukum kasus dugaan perusakan jaringan listrik di kawasan Baloi Kolam kembali berlanjut di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Kamis (4/9/2025). Dua terdakwa, Galbert Welen Tampubolon dan Supanda Sihombing alias Sibolis, menghadirkan delapan saksi meringankan untuk memperkuat pembelaan mereka.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Yuanne, dengan anggota Feri Irawan dan Rinaldi. Para saksi yang dihadirkan berasal dari Koperasi Perjuangan Rakyat (Kopera), pengelola listrik di wilayah tersebut.
Salah satu saksi, Sianipar, yang menjabat sebagai pengawas dan pemegang saham Kopera, menyampaikan bahwa pemutusan listrik dilakukan atas dasar kesepakatan warga melalui rapat bersama.
“Dalam rapat warga, diputuskan bahwa siapa pun yang menerima sagu hati dari perusahaan, listriknya akan diputus,” jelas Sianipar.
Ia juga menambahkan bahwa rapat tersebut dihadiri seluruh ketua RT di lingkungan Baloi Kolam, dan pelaksanaan keputusan dilakukan pada 6 April 2025. Meski begitu, ia menyebut Galbert dan Supanda sebagai pihak yang secara langsung memutus aliran listrik di rumah Jonas Hutabarat.
Saksi lainnya, Hanafi, menyampaikan hal serupa. Ia menegaskan bahwa keputusan pemutusan aliran listrik berlaku untuk warga yang menerima kompensasi dari perusahaan. “Kesepakatan warga sudah jelas, siapa pun yang menerima uang kompensasi, listriknya akan diputus,” ujarnya.
Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum Arfian menyebut insiden terjadi pada Minggu, 6 April 2025, sekitar pukul 15.30 WIB, di kawasan RT 003 RW 016, Kelurahan Sungai Panas, Batam Kota. Terdakwa Galbert disebut menggunakan gunting untuk memotong kabel listrik di rumah Jonas Hutabarat, dengan bantuan Supanda yang menyediakan kursi.
Jonas merupakan salah satu dari sekitar 150 warga yang menerima uang kompensasi sebesar Rp35 juta dari PT Alfinky Multi Berkat, perusahaan yang memperoleh alokasi lahan di Baloi Kolam. Selain rumah Jonas, jaksa menyebut ada sedikitnya 17 rumah lain yang ikut terdampak pemutusan listrik.
Padahal, menurut jaksa, warga yang menerima kompensasi tetap aktif membayar iuran listrik ke koperasi, termasuk biaya awal pemasangan sebesar Rp750 ribu.
Kasus ini bermula dari perbedaan sikap warga terhadap kompensasi perusahaan. Sebagian warga, seperti Jonas, menerima tawaran, sementara kelompok lainnya –yang tergabung dalam Forum Baloi Kolam Bersatu (FBKB)– menolak dan menuntut kejelasan atas hak tinggal mereka.
Akibat tindakan kedua terdakwa, rumah Jonas dan beberapa warga lain mengalami pemutusan aliran listrik. Untuk itu, Galbert dan Supanda didakwa melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang kekerasan bersama terhadap barang, serta Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang milik orang lain.
Sidang lanjutan akan digelar pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan dari jaksa penuntut umum.
Editor: Agung

