
Oleh Yuliawati
AKSI demonstrasi yang terjadi belakangan ini cukup menggemparkan khalayak ramai, bukan karena jumlah massa yang hadir namun karena rentetan peristiwa yang terjadi. Dimulai dari meninggalnya Affan Kurniawan yang terlindas oleh mobil rantis milik Brimob, kemudian adanya aksi penjarahan yang dilakukan oleh massa ke rumah-rumah anggota DPR serta seorang Menteri. Selain itu di beberapa daerah demonstrasi makin tak terkendali hingga mengarah pada kerusuhan.
Biasanya aksi demonstrasi diikuti oleh orang dewasa yang paham akan situasi dalam negeri, mereka bergerak karena merasa kebijakan yang dibuat tidak pro rakyat. Sama halnya dengan demo yang terjadi akhir-akhir ini dipicu oleh kenaikan pajak yang meroket, harga kebutuhan sehari-hari yang melambung tinggi, disisi lain pemerintah malah menaikan tunjangan DPR, namun yang lebih miris adalah anggota DPR mengeluarkan statemen yang menyakiti hati rakyat serta asyik berjoget seakan tak punya empati akan penderitaan rakyat.
Aksi demonstrasi kali ini bukan hanya diikuti oleh orang dewasa dari kalangan buruh maupun masyarakat umum, tapi diikuti pula oleh mahasiswa, pelajar SMA bahkan SMP yang notabene berasal dari Gen Z. Lantas apakah mereka benar-benar paham akan tujuan? Atau hanya sekedar seru-seruan?
#Analisis Psikolog
Menurut Psikolog Anak dan Remaja, Anastasia Satriyo, M.Psi., ketika Gen Z ikut aksi demo mereka punya cara yang berbeda dalam menghadapi tekanan. Menurut beliau Gen Z memiliki mekanisme otak yang lebih maju dibanding generasi sebelumnya.
Pada saat tertekan Generasi Boomer umumnya bertahan dengan mekanisme fight (melawan) atau fawn (menurut/patuh). Generasi X dan Milenial lebih sering terbawa pola fight or flight yang kecenderungannya memilih flight (menghindar). Sedangkan Generasi Z menggunakan mekanisme face (menghadapi) yakni menghadapi ancaman secara rasional, asertif dan terhubung. (Kompas.com, 5-9-2025)
Selain itu menurut Psikolog Universitas Indonesia Prof. Rose Mini Agoes Salim, ikut aksi demo bisa menjadi ajang untuk belajar menyampaikan pendapat, namun anak usia 12-17 tahun belum mampu untuk mengontrol diri dengan baik sehingga sangat rentan untuk terprovokasi. Beliau juga menyampaikan anak remaja cenderung ingin terlihat keren dan berani di depan teman-temannya.
Maka penting untuk memastikan apakah pelajar yang mengikuti aksi demo paham dengan apa yang mereka suarakan? atau jangan-jangan hanya sekedar ikut-ikutan (Inforemaja.id, 2-9-2025)
#Bagaimana Memaksimalkan Potensi Gen Z untuk Kebangkitan Umat?
Dalam pandangan Islam Allah menciptakan manusia sudah sepaket dengan potensinya, yakni potensi naluri beragama (gharizah tadayyun) potensi melestarikan jenis (gharizah nau) dan potensi mempertahankan diri (gharizah baqa).
Menyuarakan pendapat dengan mengikuti aksi demo ataupun melalui media sosial seperti membuat konten dan meme merupakan bagian dari pemenuhan gharizah baqa (potensi mempertahankan diri), hal ini merupakan respon terhadap kezaliman yang terjadi.
Namun Gen Z perlu memahami bahwa dalam memenuhi naluri baqo ada aturan-aturan syara yang harus diikuti, misalnya tidak boleh mengambil hak milik pribadi orang lain dengan cara menjarah ataupun merusak fasilitas publik. Gen Z juga perlu memahami bahwa tujuan aksi adalah untuk menolak kezaliman dengan cara memberi nasihat kepada penguasa.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S An-Nahl ayat 125:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”
Serta Sabda Rasulullah SAW:
“Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthallib dan (juga) seorang laki-laki yang berdiri di hadapan penguasa zalim, lalu ia memerintahkannya (kepada kebaikan) dan melarangnya (dari kemungkaran), kemudian penguasa itu membunuhnya.” (HR Al-Hakim).
Perlu dipahami pula bahwa hanya perubahan hakiki yang mampu merubah keadaan saat ini, yakni beralih dari sistem jahiliyah (kapitalisme, sekulerisme) menuju Islam Kaffah. Bukan hanya sekedar dengan ganti pemimpin ataupun ganti Undang-Undang karena hal itu takkan menyelesaikan masalah secara menyeluruh, hanya dengan sistem Islamlah semua problematika umat bisa terselesaikan.
Sejarah telah membuktikan bahwa perubahan hakiki selalu ditopang oleh generasi muda. Seperti halnya kisah-kisah inspiratif pada masa Rasulullah SAW tedapat Ali Bin Abi Thalib, Mus’ab Bin Umair dll. Ada pula kisah penaklukan Konstantinopel oleh Muhammad Al Fatih seorang pemuda yang kuat dan berani.
Maka, sudah sepatutnya Gen Z mempelajari kisah mereka dan meneladaninya, sehingga generasi muda saat ini bisa membawa perubahan hakiki serta membawa pada kebangkitan umat untuk menegakkan Islam Kaffah.*
Penulis adalah pemerhati masalah sosial, bermastautin di Majalengka Jawa Barat

