Tabasheer Porang

Ilustrasi Tabasheer Porang. (Foto: Disway)

Oleh Dahlan Iskan

TABASHEER? Sampai dibicarakan oleh Presiden Jokowi dengan Presiden Xi Jinping? Indonesia memproduksi Tabasheer? Di daerah mana?

Saya menghubungi sahabat Disway yang juga profesor farmasi. Khususnya yang mendalami obat-obat tradisional Indonesia. Dia juga tidak pernah mendengar nama bahan baku obat tradisional ini: tabasheer. Nama itu pun seperti bukan nama asli Indonesia. Bukan sebangsa pala, kunyit, atau temulawak.

Lalu saya cek kembali pemberitaan banyak media. Jangan-jangan salah tulis.

Semua menyebutkan bahwa Presiden Jokowi menyepakati dengan Xi Jinping soal protokol perdagangan agar tabasheer Indonesia bisa masuk Tiongkok. Berarti tabasheer ini soal serius. Sekelas persoalan sarang burung dulu.

Saya sungguh merasa dungu tanpa harus dinilai dungu oleh tokoh seperti Rocky Gerung. Saya betul-betul dungu. Tidak tahu tabasheer. Tidak ada satu pun di antara media itu yang menjelaskan apa itu tabasheer.

Lalu sahabat Disway tersebut kembali menghubungi saya. Dia sudah membuka literatur. Lalu Sang guru besar menjelaskan berdasar literatur tersebut.

“Tabasheer dipakai pada sistem pengobatan Tiongkok dan India,” katanyi.

Bentuknya adalah eksudat atau cairan yang keluar dari ruas pohon bambu. Dikatakan di literatur itu  tabasheer bisa untuk kesehatan, antara lain afrodisiaka, adaptogenik, immune response, dan lain lain.

Soal kandungan adaptogenik Anda sudah tahu. Yakni ramuan yang bisa menghilangkan stres, sakit hati, dan tekanan mental lainnya. Maka tulisan ini kurang menarik karena saya belum pernah menggunakannya. Saya tidak bisa menuliskan pengalaman pribadi apa saja ramuan yang bisa membuat otak rileks tersebut.

Saya punya keyakinan salah satu perusuh Disway pasti pernah melakukannya –dan mohon sudi kiranya menuliskan pengalamannya di kolom komentar. Ini bukti nyata bahwa kolom komentar bisa lebih bermutu dari tulisan yang dikomentari.

Saya betul-betul menyerah soal adaptogenik ini. Komentator cerdas seperti Bung Liang pasti lebih bisa menemukan literatur lebih hebat dari sahabat Disway yang profesor.

Yang lain lagi, tabasheer itu juga disebut mengandung afrodiksiaka. Kalau yang ini, afrodiksiaka, Anda pasti sudah tahu. Yakni yang terkait dengan lemah syahwat. Burung yang tidak bisa terbang. Nama itu sendiri diambil dari bahasa Yunani, aphrodite. Dewi cinta Yunani.

Sahabat Disway, yang pernah mendalami obat tradisional sampai ke Jepang memang kagum dengan kekayaan jamu Indonesia. “Di Jepang kami mempelajari banyak tanaman Indonesia yang mengandung obat penyembuhan. Di antara nama-nama itu banyak yang saya tidak pernah tahu dan tidak pernah menemukan,” katanyi.

Menurut dia salah satu kandungan tabasheer yang dibicarakan dua presiden di kota Chengdu (ibu kota provinsi Sichuan) pekan lalu itu adalah silika. Ini baik sekali untuk misalnya mengatasi osteoporosis.

Maka bagus juga berita dari Chengdu itu. Setidaknya saya tahu bahwa Indonesia juga menghasilkan tabasheer yang saya tidak tahu.

Tabasheer, ujar Prof Dr Mangestuti dari Unair itu, adalah zat putih dan bening yang tersusun antara lain atas silika, air, sedikit zat kapur, dan kalium. Diperoleh melalui bagian buku-buku batang bambu dari varian tertentu. Tidak sembarang batang pohon bambu mengandung tabasheer.

Tabasheer yang warnanya biru muda bermutu lebih baik dibanding yang kuning atau putih.

Cara mendapatkannya agak unik: dengan menggoyangkan batang bambu sehingga dihasilkan mineral tabasheer di bagian dalam yang diketahui melalui timbulnya suara yang tajam.

Bambu itu lantas dibelah untuk mendapatkan tabasheernya.

Penelitian ilmiah, ujar Prof Mangestuti, sudah dilakukan untuk menguji aktivitasnya dalam ramuan bersama herbal lain. Misalnya untuk pengendalian kadar gula darah pada hewan uji coba diabetic. Juga punya efek pelindung fungsi liver.

Maka saya anggap kesepakatan dua presiden soal tabasheer ini sama penting dengan kesepakatan soal porang. Khususnya porang yang sudah diolah menjadi tepung.

Petani porang kini boleh merasa lega bahwa keluhan soal jatuhnya harga porang dapat muara. Sampai dibawa oleh Presiden Jokowi ke pertemuan begitu tinggi. Tinggal bagaimana industri tepung porang bisa berkembang. Agar Indonesia tidak hanya bisa ekspor porang dalam bentuk keripik.

Itu lebih menyangkut teknologi. Petani tidak bisa turun tangan. Pembuatan tepung porang berbeda dengan membuat tepung terigu. Dalam proses itu diperlukan teknologi yang bisa menghilangkan zat tertentu yang kalau termakan terasa gatal.

Sahabat muda Disway seperti Hamzah sudah mampu membuat mesinnya. Tinggal ia tidak punya cukup modal. Hamzah sudah membuktikan mampu membangun pabrik pembuat tepung karagenan yang bahan bakunya rumput laut. Mutu tepung karagenannya setara dengan buatan mesin dari Jepang. Sudah lebih 10 tahun pabrik karagenannya itu berjalan baik. Di Pasuruan, Jatim.

Hamzah bisa jadi ujung tombak untuk merealisasikan pertemuan tingkat tinggi di Chengdu itu.

Maka proyek IKN, proyek pabrik kaca terbesar di dunia di dekat Batam, tepung porang, dan tabasheer jadi oleh-oleh presiden dari Tiongkok.

Presiden berikutnya jangan lupa melanjutkannya.*

Penulis adalah wartawan senior Indonesia