J5NEWSROOM.COM, Tanjungpinang – Masyarakat Melayu yang tergabung dalam Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Kepri, Pulau Dompak, Kota Tanjungpinang, Kamis (31/8/2023).
Aksi unjuk rasa tersebut sebagai bentuk keprihatian dan solidaritas sebaga sesama masyarakat Melayu dengan warga Pulau Rempang Kota Batam yang hari-hari belakangan ini resah karena akan digusur dari rumah-rumah mereka.
Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga mendesak Pemerintah Provinsi Kepri agar meminta Badan Pengusahaan (BP) Batam tidak melakukan pengukuran, pematokan maupun pengusuran atas tenah masyarat Melayu di Pulau Rempang sebelum dicapai kesepakatan.
Humas Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga, Zuanda Ricardo mengatakan, kedatangan mereka untuk mendapatkan surat dari Pemprov Kepri agar masyarakat di Pulau Rempang bisa beraktivitas dengan nyaman.
“Kami pada hari ini dengan jiwa dan hati nurani datang ke sini bersama kawan-kawan senasib, Rempang-Galang, Kota Batam itu keluarga kami semua dan kami sebagai masyarakat adat di Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga ini berupaya keras untuk mengangkat khazanah budaya adat nenek moyang kami. Kehidupan di sana sudah mencekam sekarang, mereka tidur sudah tidak nyaman siang malam sudah ketakutan sampai mencari nafkah pun mereka tinggalkan,” jelas Zuanda di hadapan Sekdaprov Kepri, didampingi Kapolresta Tanjungpinang, di aula Kantor Gubernur Kepri Dompak.
Zuanda melanjutkan, pihak Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga sebagaimana yang sudah diusulkan kemarin yakni Perda Tanah Adat itu sudah sampai di Biro Hukum dan Dinas Kebudayaan Provinsi Kepri namun belum diproses. Pihaknya berharap dari Pemprov Kepri membuat suatu kebijakan untuk masyarakat adat.
Pertama Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga meminta percepat proses Perda Tanah Adat sebagaimana tertuang dalam Undang-undang 1945 terdapat perlindungan hukum masyarakat adat.
Kedua, Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga meminta dan memohon kepada Sekdaprov Kepri agar segera membuat surat atau jaminan kepada masyarakat adat agar tidak terusik/terganggu seperti pematokan, pengukuran lahan dimana berujung penggusuran lahan.
“Sebelum selesai Perda Tanah Adat kami minta masyarakat adat atau masyarakat yang tinggal di Rempang Galang, 16 titik itu tidak ada penggusuran ataupun pematokan. Kita senang ada pembangunan tapi masyarakat adat kita jangan ada didzalimi seperti itu,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan Tengku Fuad, Zuriat Kesultanan Riau Lingga. Ia menjelaskan secara kesejarahan masyarakat Galang itu adalah kerabat kesultanan maka sebagai Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada masyarakat Galang pada saat ini.
“Karena saya turun ke lapangan, dengan kondisi itu mereka memang terganggu mulai dari mencari nafkah dan lainnya. Jika kita kaitkan dengan sejarah adat, adat Melayu ini bersendikan syara syara bersendikan kitabullah. Artinya sendi kehidupan orang Melayu bersatu tidak hanya kawin dan mati saja tetapi menjalankan kehidupan bertetangga, bersahabat terutama berfikir secara Islam jadi jika bukan kita punya jangan di ambil kalau salah di hukum tapi jangan di hina,” jelasnya.
Tengku Fuad melanjutkan dengan pertemuan hari ini ia sangat senang dan bahagia karena semoga masyarakat di Galang bisa tidur dengan nyenyak dan bisa mencari nafkah dengan nyaman mengingat Perda Tanah Adat sedang di proses.
“Alhamdulillah kita minta surat agraria/pertanahan, sementara ini kita lagi proses Perda. Dengan Perda adat itulah nanti kita bisa selesaikan secara hukum menurut hukum pertanahan. Yang saya herankan di Kepulauan Riau ada 3.000-an pulau kenapa harus di situ (Rempang Galang-red) kan banyak yang lain jadi ini menjadi bahan pertimbangan bagi pihak pengembang,” tutur Fuad.
Perwakilan Massa Diterima Sekdaprov Kepri
Sementara itu, Sekdaprov Kepri Adi Prihantara yang menerima perwakilan aksi unjuk rasa menyampaikan terkait dengan unjuk rasa terkait dengan kepentingan adat yang disampaikan oleh Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga dan telah diterima dengan audiensi serta diskusi.
Pada intinya mereka meminta Pemerintah Provinsi Kepri ikut membantu ataupun memfasilitasi terkait dengan rencana pembangunan di Rempang dan Galang. Tapi tuntutan sebenarnya adalah bagaimana percepatan Perda tentang Hak Ulayat.
“Karena ini penetapan Hak Ulayat setelah munculnya Undang Undang Pokok Agraria tentu perlu kajian secara mendalam, secara akademis sebagai bentuk lampiran dari munculnya peraturan daerah. Dan disepakati bersama tadi permohonannya adalah masyarakat biar tenang agar bisa menjalankan aktivitas dan mencari kehidupannya untuk sementara sampai dengan tentunya sampai ada kejelasan bagi warga masyarakat di sana,” ungkap Adi Prihantara.
Ia melanjutkan, kalau Pembahasan Perda tentu perlu waktu yang panjang meskipun akan dipercepat, di antaranya adalah kajian akademis sudah harus ada kemudian penyusunan draft Perda, pengusulan atas legislasi daerah, pembahasan bersama baru diterbitkan sebuah keputusan daerah setelah mendapatkan persetujuan.
“Itupun masih dievaluasi dari Kementerian Dalam Negeri. Karena syarat perda diantaranya adalah mendapatkan evaluasi dari Kemendagri terkait tidak bolehnya bertentangan dengan aturan yang lebih jeli,” jelas Adi Prihantara.
Terkait dengan penundaan pengerjaan relokasi di Pulau Rempang dan Galang Kota Batam, Sekdaprov Kepri Adi Prihantara melanjutkan suratnya diminta hari ini dan Pemerintah Provinsi Kepri mengirimkan ke BP Batam. Nanti tembusannya tentu di bawah oleh Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga.
“Intinya kita surati saja, mau berapa tergantung yang penting masyarakatnya merasa nyaman tenang dulu. Karena sekarang penuh kekhawatiran, karena tadi disampaikan sebenarnya warga adat juga mendukung pembangunan tetapi harus ada kejelasan terkait peran mereka kedepan,” pungkasnya.
Surat yang dikirim Pemprov Kepri ke Badan Pengusahaan (BP) Batam untuk melindungi warga Pulau Rempang. (Foto: J5NEWSROOM.COM)
Editor: Agung