J5NEWSROOM.COM, New York – Ayat, restoran Palestina di East Village, salah satu tempat populer terbaru di kawasan Manhattan. Sang pemilik, Abdul Elenani, mengatakan Ayat punya beberapa lokasi di pinggiran kota New York, tetapi ia selalu ingin membawa hidangan Palestina ke jantung kota itu. Elenani merasa perlu membukanya karena ia belum melihat ada restoran berlabel hidangan Palestina.
Tetapi pilihan waktunya untuk membuka restoran Ayat di tengah kota New York itu tidak tepat. Ia membuka Ayat di lokasi baru hanya beberapa hari setelah serangan Hamas 7 Oktober lalu di Israel. Bisnisnya menghadapi reaksi negatif serius di internet, kebanyakan berasal dari Israel. Ayat mendapat banyak pesan kebencian maupun ulasan satu bintang.
Ia percaya reaksi negatif itu dipicu oleh postingan mengenai situasi di Gaza yang ditulisnya di internet.
“Saya hanya memposting tentang bagaimana para ibu itu kehilangan anak-anak mereka. Saya baru menjadi seorang ayah. Bayi saya lahir pada 20 Oktober, dan saya tak dapat membayangkan sedetik pun bagaimana kalau saya kehilangan bayi saya sekarang,” jelasnya.
Bantuan datang dari kalangan yang tidak pernah diduganya. Beberapa anggota komunitas Yahudi turun tangan untuk mendukung restorannya. Michael Harris adalah dokter anak yang menjadi pelanggan tetap Ayat. Harris mengemukakan, ibunya adalah orang Yahudi dari Libya dan ayahnya adalah Yahudi Ashkenazi dari Eropa Timur.
Harris mengaku menyukai restoran itu, meskipun ia tidak sependapat dengan pesan politik yang terkandung di beberapa dekor restoran itu.
“Sedikit mengecewakan. Beberapa hal di menu menyebut ‘dari sungai hingga ke laut,’ yang menyerukan negara Palestina. ‘Dari Sungai Yordan hingga ke Laut Tengah,’ yang pada dasarnya melucuti Israel sebagai negara Yahudi. Itu yang saya tidak suka,” sebutnya.
Terlepas dari itu, lanjutnya, ia ingin hidup rukun dengan para tetangganya. Caranya, menurut Harris, dengan hidup berdampingan secara damai, berdialog, menerima pihak lain, serta mengakui hak-hak sah kedua pihak atas negara dan bangsa mereka sendiri.
Elenani mengatakan dekor dan kata-kata dalam menunya dibiarkan untuk ditafsirkan sendiri oleh para pengunjung. Katanya lagi, “Sebagian orang menafsirkannya sebagai cara untuk mengusir semua orang Yahudi, menjadikannya sebagai negara Palestina sepenuhnya. Ketika saya mencari tahu, ini benar-benar berarti kebebasan bagi warga Palestina.”
Lindsey Weiss, warga Yahudi New York lainnya yang mengatakan rasa penasaran untuk mengetahui lebih banyak lagi tentang budaya Palestina membuatnya datang lagi ke restoran Ayat. Dengan datang ke restoran Palestina dan menikmati hidangan serta budaya Palestina, ia mendapat gambaran lebih dekat mengenai seperti apa tempat multikulutral yang damai.
Ia percaya kelompok-kelompok warga Yahudi dan Palestina memiliki lebih banyak kemiripan daripada perbedaan dan makanan merupakan satu unsur yang mempersatukan kedua kelompok itu. Weiss menambahkan, “Makanan sangatlah penting, jadi saya pikir dari tempat itu muncul titik temu dan pertukaran budaya. Ini membuat mereka berbincang satu sama lain dan menyadari bahwa lagi-lagi, kita punya jauh lebih banyak kesamaan daripada perbedaan. Dan tujuan kita sesungguhnya jauh lebih banyak kesamaannya daripada perbedaannya.”
Ketika hubungan damai tampaknya sulit untuk dibayangkan, restoran ini memperlihatkan bagaimana dua komunitas tersebut dapat hidup berdampingan dan bekerja bersama.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah