Oleh Dahlan Iskan
MEDSOS di Tiongkok viralkan kejadian ini: satu ruas jalan tol longsor. Jumlah yang meninggal bertambah terus: terakhir, 51 orang tewas. Lebih 30 orang terluka.
Untuk peristiwa seperti ini, medsos di sana bebas bicara. Apa saja. Termasuk mempersoalkan manajemen jalan tol dan perusahaan kontraktornya. Bebas mengkritik. Mirip di negara bukan komunis.
Bencana ini memang ironis. Di sana Hari Buruh tanggal 1 Mei libur satu minggu. Banyak yang mudik. Jalan tol lebih padat. Pun malam hari.
Peristiwa ini terjadi di hari pertama libur. Pukul 02.00 dini hari. Gelap. Hujan. Tiba-tiba sepotong jalan tol di tebing gunung ini putus. Sebanyak 23 mobil terbawa longsor. Dalam. Sekitar 12 meter. Banyak mobil yang tertimbun longsoran tanah.
Potongan yang longsor itu panjangnya 18 meter. Satu sisi. Dua lajur. Arah dari barat ke timur. Dari Meizhou menuju Xiamen.
Yang arah sebaliknya aman. Utuh. Retak pun tidak. Runtuhnya persis mulai dari jalur pemisah.
Jalan tol dari Meizhou ke Xiamen ini memang melewati pegunungan. Lewat tebing-tebing gunung. Jumlah terowongannya seperti tak terhitung.
Anda sudah menduga: saya pernah lewat jalan tol yang longsor itu. Bulan lalu.
Anda benar. Bahkan dua kali.
Pertama ketika meninjau rumah adat suku Hakka yang unik itu. Sorenya balik ke Meizhou lewat tol yang sama. Keesokan harinya saya ke Putian –lewat Xiamen. Melintas di jalan tol itu lagi.
Belum ada pengumuman resmi penyebab longsor itu. Tapi dugaan awal akibat curah hujan yang tinggi. Dua pekan terakhir tiap hari hujan deras. Air merembes masuk ke dalam badan jalan. Terjadilah dekonstruksi badan jalan.
Insinyur sipil seperti Juve Zhang langsung tahu: berarti ada yang kurang sempurna di sistem drainasenya.
Itu tidak bisa terjadi mendadak. Pasti ada tanda-tanda sebelumnya. Itulah yang dipersoalkan medsos di sana: kenapa tidak ada peringatan.
Jalan tol ini persis berumur 10 tahun. Yang longsor itu di km 54 dari kota Meizhou. Sudah masuk kawedanan 大埔.
Dari kawedanan inilah nenek moyang Lee Kuan Yew berasal. Mayoritas orang Hakka di Singapura dari kampung ini.
Presiden Guyana yang sekarang, Arthur Chung, juga dari 大埔.
Saya jadi ikut berpikir: bagaimana agar kejadian seperti itu tidak terulang. Saya pun kagum pada sistem Amerika. Ketika jembatan Baltimore yang begitu panjang runtuh tidak satu pun mobil terperangkap.
Begitu merasa akan menabrak jembatan itu kapal Dali mengirim sinyal. Semua pihak yang berkepentingan terhubung. Lalu arus lalu-lintas masuk jembatan itu pun distop: pukul 01.00 dini hari.
Kalau pun ada enam orang yang tewas mereka adalah pekerja perbaikan jembatan.
Tol yang longsor ini viral nasional karena di seluruh pelosok negara ada jalan tol. Termasuk yang di wilayah pegunungan yang lebih tinggi.
Orang Papua lebih beruntung karena tidak akan ada tol yang longsor di pegunungannya.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia