J5NEWSROOM.COM, Bintan – PT Mempadi Manggala Jaya (MMJ) bersama sejumlah warga pemilik lahan di Pulau Poto, Desa Kelong, Kecamatan Bintan Pesisir, Kabupaten Bintan, menyampaikan surat keberatan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI. Mereka mempertanyakan proses perizinan lingkungan atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang dilakukan PT Galang Batang Kawasan Ekonomi Khusus (GBKEK) Industri Park.
Surat tersebut, menurut Direktur PT MMJ, Dony Fernando, sebelumnya sudah diserahkan terlebih dahulu kepada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bintan dan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). “Kami telah mengirimkan surat keberatan ini beserta lampiran dokumen pendukungnya kepada dinas terkait sebelum akhirnya disampaikan ke Menteri LHK di Jakarta,” ujarnya, Jumat (20/9/2024).
Keberatan Pemilik Lahan
Keberatan tersebut berkaitan dengan pembangunan yang dilakukan PT GBKEK Industri Park di atas lahan yang dimiliki PT MMJ serta warga Pulau Poto. Dony Fernando menjelaskan, PT MMJ memiliki total lahan seluas 33,5 hektar, dengan 28,5 hektar di antaranya telah bersertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan dialokasikan untuk kawasan pariwisata. Sisa lahan masih dalam status sporadik.
Selain itu, Dony juga memiliki kuasa atas lahan masyarakat seluas 16,5 hektar, sebagian besar sudah bersertifikat Hak Milik. Kepemilikan lain, seperti milik Susanto, mencakup total luas 8 hektar, yang juga masuk dalam area yang terdampak rencana pengembangan oleh PT GBKEK.
BACA JUGA: PT GBKEK Diingatkan Tak Abaikan Hak-hak Pemilik Lahan di Pulau Poto Bintan
Dony menegaskan bahwa keberatan ini muncul karena PT GBKEK diduga melakukan perizinan tanpa melibatkan pemilik lahan atau pihak yang terdampak secara langsung. “Kami keberatan karena AMDAL yang diajukan PT GBKEK tidak melibatkan pemilik lahan lain, termasuk dalam proses sosialisasi atau publikasi awal,” kata Dony.
Permohonan Evaluasi AMDAL
Lebih lanjut, Dony mengungkapkan kekhawatirannya terkait rencana reklamasi yang akan dilakukan oleh PT GBKEK di area yang berbatasan langsung dengan lahan PT MMJ serta lahan warga. Hal ini, menurutnya, akan berdampak langsung pada pantai yang menjadi bagian dari wilayah lahan yang mereka miliki.
“Kami meminta kepada kementerian dan instansi terkait untuk menangguhkan proses perizinan lingkungan atau AMDAL PT GBKEK sebelum ada penyelesaian yang jelas atas konflik lahan ini,” tegasnya.
Dony juga berharap agar proses perizinan dan pengembangan yang dilakukan PT GBKEK melibatkan semua pihak yang terdampak, termasuk para pemilik lahan di sekitarnya. Menurutnya, evaluasi mendalam harus dilakukan demi memastikan bahwa hak-hak pemilik lahan tidak diabaikan.
“Kami mendukung investasi di daerah, baik dalam negeri maupun asing, asalkan dilakukan dengan cara yang baik dan benar tanpa merugikan hak-hak orang lain,” tambah Dony.
Harapan Penyelesaian Konflik Lahan
Dalam surat yang dikirimkan, PT MMJ dan warga Pulau Poto berharap agar pihak pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses perizinan yang sedang berjalan. Mereka juga menuntut agar pemilik lahan lain yang terdampak masuk dalam pembahasan perencanaan dan perizinan, sehingga tidak ada lagi tindakan sepihak dari PT GBKEK.
Konflik lahan ini menjadi perhatian publik, terutama di tengah upaya pengembangan kawasan ekonomi khusus di Pulau Poto yang diharapkan mampu menarik investasi dan meningkatkan perekonomian daerah. Meski demikian, pentingnya melibatkan semua pihak yang terdampak dalam setiap tahap perencanaan pembangunan menjadi kunci untuk menghindari gesekan sosial dan sengketa lahan di masa mendatang.
Editor: Agung