Hakim Tangguhkan Penahanan Guru Honorer Tersangka Penganiayaan Siswa

Guru honorer Supriyani (memakai jilbab) mendapatkan penangguhan penahanan dari PN Andoolo. (Foto: Istimewa)

J5NEWSROOM.COM, Konawe Selatan – Pengadilan Negeri (PN) Andoolo di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menangguhkan penahanan Supriyani, seorang guru honorer yang menjadi tersangka kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang siswa, anak dari seorang polisi. Penangguhan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi Supriyani yang memiliki anak balita dan tugasnya sebagai pengajar di SD Negeri 4 Baito.

Supriyani ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Konawe Selatan pada 3 Juli 2024 lalu, atas tuduhan penganiayaan terhadap siswa tersebut. Setelah berkas perkara diserahkan dari polisi ke Kejaksaan, Supriyani sempat ditahan. Namun, PN Andoolo kemudian mengabulkan penangguhan penahanan dengan alasan kemanusiaan.

“Menimbang bahwa terdakwa masih memiliki anak balita yang membutuhkan pengasuhan dari ibunya dan terdakwa adalah seorang guru yang harus menjalankan tugasnya di SD Negeri 4 Baito,” demikian bunyi surat penangguhan yang ditandatangani Ketua PN Andoolo, Stevie Rosano, yang diterima oleh pihak media pada Selasa (22/10/2024).

Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan dari LBH Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI), menyambut baik keputusan tersebut. “Kami berterima kasih kepada majelis hakim yang telah mempertimbangkan kondisi klien kami sebagai seorang ibu dan guru,” ujarnya.

Andre menegaskan pihaknya siap menghadapi persidangan di PN Andoolo dan akan membuktikan bahwa Supriyani tidak bersalah. “Kami yakin bisa membuktikan bahwa ibu Supriyani tidak melakukan penganiayaan seperti yang dituduhkan,” tegasnya.

Supriyani juga menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar. “Saya tidak pernah melakukan penganiayaan. Saat kejadian, saya ada di kelas 1 B, sementara anak pelapor ada di kelas 1 A,” jelasnya kepada wartawan.

Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulawesi Tenggara. Ketua PGRI Sultra, Abdul Halim Momo, mencurigai adanya kriminalisasi terhadap Supriyani. Ia menyebut bahwa kepala desa setempat mencoba mendamaikan kasus ini dengan dua syarat: pembayaran Rp50 juta atau pengunduran diri Supriyani sebagai guru.

Halim juga mengungkapkan bahwa PGRI, baik di tingkat daerah maupun pusat, memberikan pendampingan hukum bagi Supriyani. “Kami melihat ada kejanggalan dalam kasus ini. Tidak ada bukti kuat yang mendukung tuduhan penganiayaan, bahkan hasil visum menunjukkan luka akibat benda tajam, sementara siswa tersebut mengakui bahwa ia jatuh di sawah,” tuturnya.

PGRI Sultra menegaskan pentingnya menegakkan keadilan sesuai aturan hukum. “Jika memang guru kami bersalah, silakan diproses sesuai hukum. Tapi jika tidak, jangan ada kriminalisasi terhadap pendidik,” pungkas Halim.

Kasus ini terus berlanjut, dengan sidang perdana dijadwalkan segera digelar di Pengadilan Negeri Andoolo.

Sumber: detik.com
Sumber: Agung