J5NEWSROOM.COM, Beirut – Pemberontak Suriah, Minggu (8/12), melalui televisi pemerintah menyatakan keberhasilan mereka menggulingkan Presiden Bashar al-Assad, mengakhiri dinasti keluarga yang berkuasa selama lima dekade. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi ketidakstabilan baru di kawasan Timur Tengah yang telah lama dilanda konflik.
Seorang perwira Suriah mengatakan kepada Reuters bahwa komando militer negara itu memberi tahu para perwira pada Minggu bahwa rezim Assad telah runtuh.
Namun, militer Suriah mengumumkan tetap melanjutkan operasi melawan “kelompok teroris” di kota-kota utama seperti Hama dan Homs serta wilayah pedesaan Deraa.
Di sisi lain, Assad dikabarkan meninggalkan Damaskus dengan pesawat menuju lokasi rahasia pada Minggu (8/12), menurut dua perwira senior militer kepada Reuters. Sementara pemberontak mengklaim berhasil masuk ke ibu kota tanpa ada tanda-tanda militer, media pemerintah Suriah membantah rumor ini, menyatakan bahwa Assad masih berada di Damaskus dan menjalankan tugasnya.
Saat rakyat Suriah merayakan, Perdana Menteri Mohammad Ghazi al-Jalali menekankan pentingnya penyelenggaraan pemilu bebas agar rakyat dapat memilih pemimpin mereka. Ia juga menyebut perlunya transisi yang mulus di tengah keberagaman kepentingan, termasuk kelompok Islamis dan pihak-pihak yang terhubung dengan Amerika Serikat, Rusia, dan Turki.
Jalali mengungkapkan telah berkomunikasi dengan pemimpin pemberontak, Abu Mohammed al-Golani, untuk membahas pengelolaan fase transisi ini guna membentuk masa depan politik Suriah. Pemerintah disebut siap “mengulurkan tangan” kepada oposisi dan menyerahkan fungsi-fungsinya kepada pemerintahan transisi.
“Saya tetap berada di rumah saya karena saya adalah bagian dari negara ini,” ujar Jalili dalam sebuah pernyataan video. Ia menegaskan akan kembali bekerja pada pagi hari dan meminta rakyat Suriah menjaga fasilitas umum. Jalili tidak memberikan tanggapan atas kabar bahwa Assad telah meninggalkan negara.
Belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Suriah.
Masuki Ibu Kota Damaskus
Seorang wartawan Associated Press melaporkan adanya kelompok bersenjata di jalan-jalan pinggiran Damaskus serta terdengar suara tembakan. Kantor polisi utama kota tampak kosong dengan pintu terbuka tanpa penjaga. Di pos pemeriksaan yang ditinggalkan, seragam tentara terlihat berserakan di bawah poster Assad.
Penduduk Damaskus melaporkan ledakan dan tembakan. Rekaman kelompok oposisi menunjukkan tank di salah satu alun-alun kota, sementara warga berkumpul merayakan dengan seruan “Tuhan Maha Besar” terdengar dari masjid-masjid.
Ini adalah pertama kalinya oposisi mencapai Damaskus sejak 2018, ketika pasukan Suriah merebut kembali daerah pinggiran setelah pengepungan panjang. Radio pro-pemerintah Sham FM melaporkan Bandara Damaskus telah dievakuasi dan semua penerbangan dihentikan.
Para pemberontak juga mengklaim berhasil memasuki penjara militer Saydnaya, membebaskan tahanan di sana. Pada malam sebelumnya, mereka menguasai Homs, kota terbesar ketiga di Suriah, setelah pasukan pemerintah mundur. Kota berpenduduk 1,5 juta ini adalah jalur strategis antara Damaskus dan provinsi pesisir seperti Latakia dan Tartus.
Para pemberontak juga merebut Aleppo, Hama, dan sebagian besar wilayah selatan dalam serangan kilat yang dimulai pada 27 November. Homs dianggap sebagai titik balik strategis dalam konflik ini.
Ribuan warga Homs merayakan di jalan-jalan, menyanyikan “Assad telah pergi, Homs bebas” dan “Hidup Suriah, hancurkan Bashar al-Assad.” Para pemberontak juga merobek poster Assad sebagai simbol runtuhnya kekuasaannya. Perebutan Homs menunjukkan kebangkitan pemberontak dalam konflik yang telah berlangsung 13 tahun.
Damaskus Jatuh
Pemberontak menduduki Damaskus setelah pasukan Suriah menarik diri dari wilayah selatan, meninggalkan lebih banyak daerah di bawah kendali oposisi. Jatuhnya Damaskus membuat pasukan pemerintah hanya menguasai dua dari 14 ibu kota provinsi, yaitu Latakia dan Tartus.
Kemajuan ini merupakan pencapaian terbesar oposisi dalam beberapa tahun terakhir, dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS). Amerika Serikat dan PBB mengategorikan HTS sebagai organisasi teroris.
Seruan PBB
Utusan khusus PBB untuk Suriah, Geir Pedersen, menyerukan pembicaraan mendesak di Jenewa untuk memastikan transisi politik yang tertib. Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyatakan keprihatinannya terhadap rakyat Suriah. Di Damaskus, warga bergegas membeli persediaan.
Lebanon Tutup Perbatasan
Ribuan orang menuju perbatasan Suriah dengan Lebanon untuk melarikan diri, tetapi pihak Lebanon menutup penyeberangan Masnaa, membuat banyak orang terjebak. Sementara itu, toko-toko di Damaskus kehabisan bahan pokok, dan beberapa barang dijual dengan harga tiga kali lipat. PBB memindahkan staf yang tidak penting sebagai tindakan pencegahan.
Tak Terlibat di Suriah
Presiden terpilih Amerika Donald Trump mengungkapkan bahwa Amerika Serikat sebaiknya tidak terlibat di Suriah. Pemerintahan Biden juga tidak memiliki niat untuk melakukan intervensi.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah