J5NEWSROOM.COM, Di tengah kehancuran dan kematian akibat serangan cepat pemberontak dan runtuhnya pemerintahan Suriah, warga sipil menyatakan harapan hati-hati bahwa perubahan besar dalam geopolitik regional ini mungkin membawa perbaikan.
Ghalib Al-Hajouseh, penduduk Salamiyah di wilayah Hama, Suriah, mengatakan kepada VOA, “Otokrasi tidak dapat diterima dari pihak mana pun di Suriah. Ini adalah keinginan rakyat: kebebasan dan pemilu yang bebas dan bersih. Suriah adalah negara demokratis dan beradab. Inilah yang seharusnya.”
Dalam waktu kurang dari dua minggu, pasukan pemberontak telah menguasai kota-kota besar dan kecil, termasuk ibu kota, Damaskus. Presiden Suriah Bashar al-Assad dilaporkan meninggalkan negara itu.
Semua ini terjadi setelah hampir 14 tahun perang yang disebut “beku” dalam beberapa tahun terakhir, tanpa perjanjian damai resmi. Setengah juta orang tewas, dan 13 juta mengungsi. Banyak keluarga berharap segera kembali.
Um Mahmoud, seorang pengungsi di Hama, mengatakan, “Kami mengungsi, tetapi kami akan segera kembali ke Homs. Saya sangat bahagia hari ini, lebih dari yang dapat Anda bayangkan.”
Pasukan Pertahanan Sipil Suriah, atau White Helmets, menyebut kemenangan ini sebagai “akhir dari periode gelap dan awal era baru bagi Suriah.”
Pasukan pemberontak, yang dipimpin Hayat Tahrir al-Sham, berjanji menjalankan toleransi beragama dan menghormati keberagaman budaya Suriah. Namun, beberapa analis menyebut identitas Islamis kelompok tersebut dan afiliasinya dengan kelompok lain, seperti al-Qaeda, menimbulkan keraguan atas niat mereka.
Wakil Asisten Menteri Pertahanan AS Untuk Timur Tengah menyatakan bahwa militer AS akan tetap berada di bagian timur Suriah. Daniel B. Shapiro pada Minggu (8/12) menyatakan kehadiran militer AS hanya untuk memastikan kekalahan ISIS. Ia menyerukan kepada semua pihak untuk melindungi warga sipil, terutama komunitas minoritas, serta menghormati norma militer internasional dan mencari resolusi politik.
Shapiro juga menyoroti pelanggaran HAM yang dilakukan berbagai aktor, termasuk kejahatan Assad, pengeboman tanpa pandang bulu oleh Rusia, milisi dukungan Iran, dan kekejaman ISIS. Namun, ia tidak secara langsung mengatakan bahwa Assad telah digulingkan, meskipun menyebut bahwa tidak ada alasan untuk bersedih atas jatuhnya rezim Assad.
Presiden Bashar al-Assad mundur dan meninggalkan negaranya setelah berunding dengan oposisi. Ia dan keluarganya kini berada di Moskow, di mana Rusia memberikan mereka suaka politik, menurut kantor berita TASS.
Sumber: voaindonesia.com
Editor: Saibansah