J5NEWSROM.COM, Tel Aviv – Israel mengakui pada Sabtu bahwa mereka gagal dalam upaya untuk membunuh Komandan Batalion Al-Shati Hamas, Haitham Al-Hawajri, meskipun sebelumnya mengklaim telah membunuhnya pada Desember 2023.
Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh surat kabar Israel Hayom dan Channel 12, juru bicara tentara Israel, Daniel Hagari, mengatakan serangan pada 3 Desember 2023 yang menargetkan Hawajri awalnya diyakini berhasil.
“Setelah serangan tersebut, badan keamanan Israel, Shin Bet, dan militer menilai dengan tingkat kepastian yang tinggi bahwa dia telah terbunuh dan tentara mengeluarkan pernyataan resmi yang memastikan kematiannya,” kata Hagari.
“Pemeriksaan lebih lanjut mengungkapkan bahwa intelijen yang diandalkan oleh Shin Bet, intelijen militer, dan Komando Selatan ternyata tidak benar. Hawajri tidak terbunuh dalam serangan tersebut,” ucapnya menambahkan.
Sebelumnya pada hari itu, laporan media Palestina menunjukkan bahwa Hawajri adalah individu yang secara langsung menyerahkan sandera Israel, Keith Siegel, kepada Palang Merah, bertentangan dengan klaim Israel sebelumnya bahwa dia telah dibunuh.
Hamas membebaskan tiga sandera Israel — Yarden Bibas (35), Ofer Calderon (54), dan Keith Siegel (64) — dalam pertukaran tahanan-sandera keempat di bawah kesepakatan gencatan senjata yang sedang berlangsung dengan Israel.
Pihak Israel juga mulai membebaskan tahanan Palestina dan diperkirakan akan membebaskan total 183 orang.
Kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang terdiri dari tiga tahap, yang dimediasi oleh AS, Mesir, dan Qatar, mulai berlaku pada 19 Januari. Tahap pertama akan berlangsung selama 42 hari.
Sebelumnya, militer Israel juga menyatakan komandan al Qassam di Bait Hanoun Fayyad Husein sudah wafat dalam sebuah pemboman. Kenyataannya, orang tersebut malah muncul memberikan pernyataan mengecam Israel pada masa gencatan senjata dimulai. Citra Israel menjadi semakin terpuruk sejak itu.
Perang genosida Israel telah menewaskan lebih dari 47.400 warga Palestina, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, di Gaza sejak 7 Oktober 2023 dan membuat sebagian besar wilayah Gaza menjadi gundukan puing.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November tahun lalu untuk Kepala Otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Kepala Pertahanan Yoav Gallant atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perangnya di wilayah tersebut.
Kelemahan Intelijen Israel
Intelijen Israel, baik Mossad maupun Shin Bet, sama-sama terlalu mengandalkan AI dan teknologi digital. Mereka tidak memiliki personel langsung di lapangan untuk memantau kondisi real apa yang terjadi di lapangan.
Hal itulah yang mengakibatkan Pemerintah Israel kerap gagal menyelesaikan targetnya. Mereka hanya menduga bahwa yang ada di suatu tempat adalah buronan yang dicari, namun setelah dibom, ternyata bukan.
Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, pada Ahad (2/2) menyerukan kepada Israel dan Hamas untuk segera memulai tahap kedua dari perjanjian gencatan senjata di Gaza.
“Kami menegaskan pentingnya komitmen semua pihak dalam melaksanakan seluruh ketentuan perjanjian gencatan senjata di Gaza dan memulai tahap kedua (dari negosiasi),” ujarnya dalam konferensi pers bersama dengan Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, di Doha.
“Tidak boleh ada hambatan dalam memulai negosiasi tahap kedua,” tambahnya.
Bin Abdulrahman mengatakan bahwa negosiasi tahap kedua perjanjian Gaza dijadwalkan dimulai pada Senin.
“(Namun) hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai kedatangan delegasi dan dimulainya negosiasi. Kami berharap akan ada perkembangan dalam beberapa hari ke depan,” katanya.
Perdana Menteri Qatar itu juga menekankan pentingnya komitmen kedua belah pihak untuk berunding dengan itikad baik.
Menurut media Israel, pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu memutuskan untuk menunda pengiriman tim perundingannya ke Qatar hingga ia bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Washington pada Selasa (4/2/2025).
Mengenai usulan Trump untuk merelokasi warga Palestina dari Gaza, bin Abdurrahman menegaskan kembali penolakan tegas Qatar terhadap segala bentuk pemindahan paksa. “Kami terus berdialog dengan pemerintahan Trump dan berharap tidak akan ada perbedaan pendapat,” ujarnya.
Bin Abdulrahman menegaskan komitmen Qatar untuk memastikan rakyat Palestina tetap berada di tanah mereka.
Dalam pertemuan tingkat menteri Arab di Kairo pada Sabtu (1/2/2025), bin Abdurrahman kembali menyatakan penolakan tegas Qatar terhadap upaya apa pun untuk memindahkan warga Palestina secara paksa dari Gaza.
Trump pertama kali melontarkan gagasan itu pada 25 Januari 2025, dengan menyarankan agar warga Palestina di Gaza direlokasi ke Mesir dan Yordania. Namun, usulan tersebut mendapat penolakan keras dari Kairo dan Amman.
Sebelumnya pada 19 Januari, tahap pertama dari perjanjian gencatan senjata selama enam pekan antara Hamas dan Israel mulai berlaku, dengan negosiasi untuk tahap-tahap berikutnya yang masih terus berlangsung. Perjanjian ini dimediasi oleh Mesir dan Qatar, dengan dukungan dari AS.
Perang genosida Israel telah menewaskan lebih dari 47.400 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, serta melukai lebih dari 111.500 orang sejak 7 Oktober 2023.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan pada November tahun lalu terhadap Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Israel, Yoav Galant, atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait agresinya di wilayah tersebut.
Sumber: Republika
Editor: Agung