
J5NEWSROOM.COM, Batam – Gubernur Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, menyatakan bahwa kenaikan tarif listrik di Batam merupakan dampak langsung dari meningkatnya biaya operasional pembangkit, menyusul beralihnya sumber energi dari gas pipa ke gas alam cair (LNG) impor. Hal tersebut disampaikannya di sela acara peresmian PT Solder Tin Andalan Indonesia (STANIA), di kawasan Kabil, Kecamatan Nongsa, Batam, Kamis (10/7/2025).
Menurut Ansar, selama ini sistem kelistrikan Batam bergantung pada pasokan gas pipa dari Gresik. Namun karena pasokan menurun, sekitar 30 persen kebutuhan kini digantikan dengan LNG impor yang harganya jauh lebih mahal.
“Gas pipa harganya sekitar 7 dolar per MMBtu, sementara LNG impor mencapai 13 hingga 15 dolar. Sekarang justru 70 persen pasokan menggunakan LNG, sisanya baru gas pipa,” ujar Ansar.
Ia menjelaskan, lonjakan biaya juga terjadi akibat kebutuhan pengangkutan LNG menggunakan kapal dari Lampung ke Batam. Hal ini berdampak langsung pada biaya pokok penyediaan listrik di wilayah tersebut.
Ansar juga mengingatkan perlunya mempercepat proyek metering gas di Pulau Pemping agar aliran gas bisa menjangkau hingga ke Belakang Padang.
“Kita harus bersiap menghadapi lonjakan kebutuhan listrik pada 2027 yang diprediksi bisa mencapai 2 hingga 4 gigawatt, terutama karena akan masuknya industri data center. Jangan sampai harga listrik kita lebih mahal dari Johor dan membuat kita kalah bersaing,” tegasnya.
Meski demikian, Ansar menyebut hingga saat ini Pemerintah Provinsi Kepri belum menerima laporan resmi dari Pemerintah Kota Batam mengenai kenaikan tarif listrik tersebut.
“Belum ada pelaporan dari pemko Batam ke provinsi, karena ini ranahnya PLN Persero. Tapi kami harap PLN Batam bisa membuka ruang dialog dengan Pemko Batam dan BP Batam untuk mencari solusi terbaik,” ujarnya.
Editor: Agung

