Minimnya Edukasi UU Hak Cipta Dinilai Jadi Biang Kerok Kisruh Royalti

Lesti Kejora menyampaikan keterangan sebagai saksi pada sidang uji materiil UU nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi, Jakarta. (Foto: Ist)

J5NEWSROOM.COM, Jakarta – Pengamat musik, Buddy Ace, menyatakan bahwa polemik royalti musik di Indonesia berkepanjangan karena belum ada pemahaman yang seragam antara pemerintah, pencipta lagu, dan pengguna karya musik. Ia menyoroti bahwa edukasi terkait UU Hak Cipta belum merata di seluruh 38 provinsi, sehingga memicu banyak tafsir yang bertentangan, bahkan di kalangan musisi sendiri.

Buddy juga menekankan pentingnya penguatan pemahaman terhadap Konvensi Bern, yang telah diratifikasi Indonesia sejak 1997 dan menjamin perlindungan otomatis atas hak moral dan ekonomi pencipta tanpa perlu pendaftaran formal. Menurutnya, penerapan aturan ini mulai terasa pasca-berlakunya UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014, namun pemahaman masyarakat terhadapnya masih lemah.

Sebagai solusi konkret, Buddy mengusulkan agar Presiden Prabowo menerbitkan Peraturan Pemerintah atau regulasi setingkat untuk menunjuk lembaga resmi yang bertugas menyelenggarakan edukasi dan sosialisasi royalti musik terintegrasi. Ia menyoroti perlunya keterlibatan lintas kementerian, seperti Kementerian Hukum, Kebudayaan, UMKM, Pariwisata, dan Ekonomi Kreatif, agar edukasi mengenai hak cipta dan pembayaran royalti bisa dilakukan menyeluruh.

Polemik soal royalti musik terus bergulir, termasuk kasus audit terhadap Wahana Musik Indonesia yang diajukan oleh musisi Ari Lasso dan keputusan Tompi yang memutus keanggotaan WAMI. Situasi ini mempertegas urgensi penyusunan kebijakan yang transparan, inklusif, dan mudah dipahami—agar hak pencipta, pengguna, dan negara terlindungi secara adil.

Editor: Agung