
J5NEWSROOM.COM, Batam – Harapan besar seorang dokter di Batam untuk meraih keuntungan dari investasi syariah berubah menjadi kekecewaan. Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu (20/8/2025), saksi korban dr Mohammad Fariz mengungkapkan kerugian Rp 2 miliar yang ditanamkannya pada bisnis transportasi syariah BDrive, namun justru mengalir ke rekening pribadi terdakwa Devi Ariani (40).
Dengan nada getir, Fariz menceritakan bagaimana uang yang ia investasikan sejak Juli 2020 tak kunjung menghasilkan. Alih-alih mendapatkan profit 35 persen per bulan seperti yang dijanjikan, dana itu justru dipakai terdakwa untuk kebutuhan pribadi.
“Menurut saya kacau. Setelah beberapa waktu, mereka baru memberikan laporan keuangan, itu pun tidak jelas. Tidak ada itikad baik mengembalikan kerugian saya,” kata Fariz di hadapan majelis hakim Douglas Napitupulu, Andi Bayu Mandala Putra, dan Dina Puspasari.
Kasus bermula ketika Fariz yang mengenal suami Devi, Deddy Setiawan, ditawari investasi di PT Madeel Teknologi Indonesia sebagai pengelola aplikasi BDrive. Ia tergiur janji pengembalian modal dalam tujuh bulan, profit bulanan, hingga narasi bahwa sebagian keuntungan akan disalurkan ke pesantren.
Namun, janji itu tinggal cerita. Jaksa Penuntut Umum, Gustrio, menyebut sebagian besar dana yang ditransfer Fariz pada September 2020 justru dialihkan ke rekening pribadi Devi untuk membeli emas, pakaian, gadget, hingga cicilan tanah.
“Saya bahkan mendapat informasi dari penyidik, uang itu dipakai membeli rumah di Sukajadi,” ungkap Fariz di persidangan.
Selama dua tahun, Devi disebut menerima aliran dana lebih dari Rp 1,5 miliar, sementara aplikasi BDrive tak pernah berjalan. Situasi semakin pelik ketika Devi bersama keluarga kabur ke Malaysia, sedangkan Deddy ke Singapura. Keduanya masuk daftar pencarian orang sejak 2021, bahkan nama Devi sempat masuk Red Notice Interpol pada April 2025.
Direktur Reskrimum Polda Kepri, Kombes Ade Mulyana, membenarkan penangkapan Devi di Singapura yang kemudian dideportasi ke Indonesia pada Mei 2025. “Kami menyita bukti transfer, laporan keuangan, surat perjanjian kerja sama, perhiasan emas, dan handphone,” kata Ade.
Sementara Deddy masih berada di Singapura dan dalam proses pemulangan.
Bagi Fariz, luka terdalam bukan hanya kehilangan Rp 2 miliar, tetapi juga kekecewaan karena investasi yang dibungkus narasi ‘bisnis halal untuk pesantren’ ternyata berujung penipuan.
Atas perbuatannya, Devi didakwa melanggar Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penipuan dan turut serta melakukan tindak pidana. Jika terbukti, ia terancam hukuman penjara hingga empat tahun.
Sidang Devi Ariani akan berlanjut pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya.
Editor: Agung

