Jaksa Tak Bisa Tunjukkan Bukti Uang Rp 368 Juta dalam Sidang Kasus Tindak Pidana Siber di PN Batam

Saksi Syakilah, saat memberikan keterangan secara virtual di PN Batam, Rabu (28/8/2025). (Foto: Paskal/BATAMTODAY)

J5NEWSROOM.COM, Batam – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana siber dengan terdakwa Moritius Umbu Rider kembali menimbulkan tanda tanya besar di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Rabu (28/8/2025).

Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Dina Puspasari, Douglas Napitupulu, dan Andi Bayu, sebelas saksi dihadirkan secara virtual dari Jakarta. Alih-alih memperjelas perkara, keterangan saksi justru membuka misteri baru soal barang bukti uang tunai sebesar Rp 368 juta yang tak pernah diperlihatkan di persidangan.

Kebingungan muncul ketika saksi Syakilah mengaku ikut menarik dana Rp 368 juta di Bank Sinarmas bersama Anggota Polda Kepri. Uang tersebut disebut sebagai barang bukti, namun hingga kini tidak pernah dihadirkan jaksa.

Majelis hakim langsung menyoroti hal tersebut. “JPU agar uang itu perlihatkan dalam persidangan,” tegas hakim Dina.

Hakim kembali mendesak, “Uang itu sekarang di mana, Pak Jaksa?”

Jaksa Penuntut Umum, Alinaex hanya menjawab singkat, “Uang itu di RPL (Rekening Penyimpanan Lainnya).”

Namun, saat hakim meminta bukti keberadaan uang dalam rekening itu, jaksa tak bisa menunjukkannya hingga sidang ditutup.

Ketiadaan bukti fisik tersebut memperlebar keraguan publik. Padahal, dari keterangan saksi, aliran dana bernilai besar menjadi inti perkara ini. Sejumlah saksi mengaku menyewakan rekening mereka kepada terdakwa dengan imbalan Rp 500 ribu hingga Rp 700 ribu per rekening.

Saksi Indriyanti mengungkap, awalnya ia dikenalkan oleh seorang teman lalu diarahkan menghubungi Umbu. “Awalnya dikatakan untuk investasi. Ternyata tiap buka rekening kami dibayar Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu,” tuturnya.

Ada saksi lain yang bahkan membuka hingga lima rekening di berbagai bank, seperti Danamon, BRI, BCA, dan Sinarmas. Semua dokumen rekening, kartu ATM, serta ponsel berisi aplikasi mobile banking diserahkan kepada terdakwa. Belakangan diketahui, seluruh rekening tersebut dipakai menampung hasil kejahatan siber dan judi daring lintas negara.

Dalam dakwaan, Umbu disebut sebagai perantara jaringan internasional perjudian daring. Ia merekrut puluhan orang untuk membuat ratusan rekening, kemudian mengirimkannya ke Malaysia atas perintah seseorang bernama Max (DPO). Dari satu kali pengiriman, Umbu bisa mendapat bayaran hingga Rp 20 juta. Dalam sebulan, pesanan rekening pernah mencapai 180 rekening.

Sejak Februari 2024 hingga penangkapannya pada Januari 2025, Umbu mengatur pembuatan sekitar 500 rekening bank dengan keuntungan pribadi sekitar Rp 400 juta. Selain itu, kasus ini juga menyeret korban bernama Lindasari Novianti yang mengalami kerugian hingga Rp 40,5 miliar setelah ditipu Max yang menyamar sebagai staf IT Casino Sentosa, Singapura.

Praktisi hukum menilai absennya barang bukti uang dapat melemahkan posisi jaksa. “Masalahnya bukan sekadar jumlah di dakwaan. Jika uangnya tidak pernah dihadirkan, sulit memastikan keabsahannya,” ujar seorang pengacara yang mengikuti jalannya sidang.

Jaksa menjerat Moritius Umbu Rider dengan dakwaan berlapis.

Pertama, ia didakwa melanggar Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, terkait perbuatan mengubah, memindahkan, atau menyembunyikan informasi elektronik tanpa hak.

Kedua, jaksa juga menyiapkan dakwaan alternatif melalui Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (2) UU ITE junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, tentang distribusi dan penggunaan konten bermuatan perjudian.

Ketiga, Umbu dijerat Pasal 378 KUHP junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yang mengatur tindak pidana penipuan.

Keempat, terdakwa pun didakwa melanggar Pasal 3 jo Pasal 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), karena diduga menyamarkan hasil kejahatan melalui rekening-rekening bank.

Sidang akan berlanjut pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi lainnya.

Editor: Agung