Kamera, Pejabat, dan Bencana

Kerusakan akibat banjir bandang di pemukiman rumah warga di wilayah Lubuk Minturun, Koto Tengah, Kota Padang, Sumatera Barat pada Kamis, 27 November 2025. (Foto: Humas BNPB).

J5NEWSROOM.COM, Pejabat sering hadir di lokasi bencana dengan tim media sendiri, menggunakan kamera dan menggelar siaran langsung demi menunjukkan aksi kepedulian. Ini berbeda jauh dengan masa lalu, ketika hanya wartawan yang membawa kamera.

Masyarakat kini bisa mengambil foto atau video bencana kapan pun dan langsung menyebarkannya. Namun kehadiran pejabat di lokasi bencana kerap terasa seperti ajang “pamer simpati” siapa yang paling cepat datang, paling dramatis latarnya, atau paling “natural” bersedih di depan kamera.

Beberapa warga menilai ada ketidakseimbangan: pejabat sibuk tampil, sementara korban bencana di area lain belum dikunjungi dan masih kesulitan mendapat bantuan. Kritik muncul karena publikasi pejabat lewat media bisa menutupi kegagalan kebijakan yang sebetulnya menyebabkan kerusakan bencana meningkat.

Lebih jauh, kolom pemikiran menyebut bahwa kebijakan penting seperti tata ruang dan perlindungan lingkungan kurang memperhatikan risiko bencana jangka panjang. Pejabat baru muncul di lokasi setelah bencana terjadi, bukan sebelum, padahal faktor kerusakan seperti penggundulan hutan dan pendangkalan sungai sudah lama diketahui.

Dengan kamera sebagai alat propaganda emosional, publik mulai mempertanyakan: apakah kehadiran pejabat di lokasi bencana benar-benar untuk aksi kemanusiaan, atau semata untuk “show” demi citra politik semata?

Editor: Agung