PUISI-PUISI

Muhamad Tajuddin

Muhamad Tajuddin lahir di Sumenep Madura Jawa Timur, 20 Januari 1970. Alumni Pondok Pesantren Al Amien Prenduan Sumenep. Aktif di berbagai sanggar sastra sejak masih menjadi santri di Al Amien. Karya-karya puisinya telah diterbitkan sejak 1993. Di antara karya bukunya berjudul, ‘Parfum Wanita’ (Jakarta 1993), ‘The Power of Istighfar’ (Yogyakarta, 2010)
dan ‘Mimbar Penyair Abad 21’ (PN Balai Pustaka 1996).

LAUTKU MAKIN DAHSYAT

Biarlah lautku menggelar gelombang
dan memainkan prahara cinta
kan kuhayati do’a-do’anya dalam sujud panjang

O, lagu kematian memasrahkan mataharimu
dan menyulut api naluri
kan kutebas dengan pisau kepasrahan

Dalam laut yang dingin
kueramkan rahasia-rahasia langit
pada pipi-pupi karang yang jaga

Dalam pasang yang sempurna
zikir pasir mengiang di telinga zaman
mematahkan salib kedunguan

O, kekasih
akulah Laila pemegang piala cinta pertama
O, kekasih
akulah Alhallaj yang memikul tonggak wihdatul wujud
atau Musa penakluk hotel-hotel Fir’aun

Biarlah lautku menggelar gelombang
dan memainkan prahara cinta
kan kuhayati do’a-do’anya
dalam sujud panjang

SAJAK TENTANG KELELAWAR 1

Di suatu siang
seekor kelelawar
merampas sinar
dari gairah mataharj yang hening
lalu beribu nyanyian dirangkum
di pucuk-pucuk pohon

Jika malam menjelang datang
kelelawarku bermanja menggila terbang
menebar catatan bebunyian di dada bintang
menabur keabadian pada bulan

Bintang dan bulan bergelantungan
mengantam cahaya dan merontokkan embun
sepanjang nadi dan mimpi-mimpi

Kalelawar terbang membawa kenangan

SONG OF FLOWER

Setelah datang dari kebun anggur
menghibur hati murai
mengelus nyala bunga
di antara pelayaran sunyi
aku sudah siuman, sayang

Usiaku batu yang pedih
bertebaran di trotoar yang mengental
darah berjalan di keterasingan matahari
mengekal mengekal

di luar masih angin
di luar masih ombak
di luar masih pasar
di luar masih prahara
aku dalam kamar
mendekap topan
melukis tujuh jendela

Aku memetik mawar
dari kemarau waktu

TARIAN BURUNG

Kecuali sarang tempat meretas kerinduan
Aku belajar terbang dengan bulu yang fana
mengikuti kegaduhan awan di barat
Hari ini hari keempatpuluh kelahiranku
mataku terpejam mengikuti kediaman sarang
siulku memanjat pohon
dibawa angin ke pendakian
Dalam kediaman sarang aku berjalan
menghadiri sebuah pertemuan
yang paling kekal

EKSTASE LAUT BERJLAN

dalam mimpinya seorang nelayan melihat laut
sedang berjalan menuju baris-baris sajak
yang ditulis di permukaan bulan
bulanpun pecah di lidah-lidah ular
mengalirkan peradaban bernanah
lewat selangkangan para penyair