Tuan Bing-Cod

Ilustrasi Virus (Foto: Ist)

“Berbisnis mustahil tidak mendapat keuntungan!? Omong kosong!?” suara lirih bak angin spoi-spoi menggelitik di setiap telinga orang-orang itu.

Mula-mula asal-usul Tuan Bing-Cod yang masih diperdebatkan. Belum lagi bentuk morfologisnya yang antara ada dan tiada. Tak kasat mata. Wujudnya ada hanya dalam mikroskop elektron.

Itupun hanya segelintir orang yang tahu-paham. Orang-orang itu pasti para peneliti. Negara-negara besar, maju, dan super power pun saling menghindar. Negara-negara itu terkesan ‘lempar batu sembunyi tangan’ jika dihubung-kaitkan dengan kehadiran awal Tuan Bing-Cod.

Negara-negara barat, timur, utara selatan, selain selalu menghindar juga saling tuduh. Negara-negara hampir di seluruh dunia seperti ‘buang badan’. Enggan dianggap sebagai negara asal Tuan-Bing-Cod. Apalagi menjadi pendukungnya. Herannya, walaupun masih menjadi perdebatan, seolah-olah sebelumnya sudah diketahui akan kedatangan Tuan Bing-Cod.

Bahkan wujudnya layak ‘mahkota alam’ samar-samar terdeteksi. Sungguh aneh memang. Novelnya sudah beredar secara luas. Novel yang mengisahkan latar belakang, keluarga dan perjalanan Tuan Bing-Cod. Novelnya laris manis. Sudah dicetak ulang edisi ke-10.

Sudah berulang kali juga Saya ingin membelinya. Tetapi penerbit selalu mengatakan sudah kehabisan stok. Apalagi belakangan ini banyak orang-orang mencarinya. Saya terus terang penasaran saja.

“Bagaimana sebuah novel, karya sastra dapat menjelaskan sebuah realita peristiwa,” Saya bertanya dalam hati.

“Pasti ada sesuatu misi besar yang ingin disampaikan. Atau justru sebenarnya tidak ada. Semua hanya kebetulan. Atau penulisnya bersekongkol dengan mereka. Boleh jadi. Semua baru dugaan,” gumam Saya dalam hati.

Walaupun ragu, Saya, orang-orang itu, dan mereka ihwal munculnya berbagai anggapan yang menimbulkan perdebatan, Tuan Bing-Cod adalah solusi strategis untuk melepaskan beban yang teramat sangat berat dari semua ketidakbecusan. Dari semua tuduh-keluhan yang saling melempar kebenar-salahan antar mereka.

Bahkan ada pernyataan yang kurang bertanggung jawab. Kehadiran Tuan Bing-Cod bersumber dari sebuah kepemimpinan yang tidak memberikan tauladan.  Sebuah kepemimpinan yang lemah, dan tidak terkoordinasi. Jelas, Saya tidak setuju. Seharusnya, jangan membawa-bawa perihal kepemimpinan.

Saya tahu. Menghubungkan kehadiran Tuan Bing-Cod yang terus-menerus bermutasi dengan kepemimpinan atau ketauladanan, tidak akan menyelesaikan masalah. Berkali-kali Saya menyarankan silakan saja ditelusuri jejak digital sejak pertama kali kehadiran Tuan Bing-Cod terdeteksi. Di mana? Kawasan mana? Kalau pun di suatu negara, di negara mana? Apa nama negaranya? Negara Barat? Negara Timur? Negara antara Barat dan Timur?

“Bukankah awal kehadiran selalu menyimpan kodenya dengan konsisten?”, saran Saya kepada orang-orang itu.  

Kalau pun nanti mereka tidak mau menerimanya. Itu bukan urusan Saya lagi. Yang jelas, berdasarkan fakta hasil investigasi jurnalistik, tidak mudah mereka akan menyanggahnya. Tuan Bing-Cod dapat menjadi perumpamaan baru.

Selama ini yang ada kan baru kambing hitam. Padahal kalau saja mereka cerdas. Saat ini tentu saja, mereka tak perlu khawatir lagi. Mereka, orang-orag itu termasuk juga Saya. Atau sesiapa saja yang bermastautin di negeri ini, tak lagi ada yang akan dikambing-hitamkan.

“Bukankah sudah ada Tuan Bing-Cod”.  

“Terima kasih Tuan Kambing Covid,” kata mereka dan orang-orang itu kepada Saya. *

Pekanbaru, akhir November 2021

Sumber: https: indonesiana.id

3