Mengenang Wartawan Tempo di Kepri, Rumbadi Dalle

Ziarah ke kubur bang Rumbadi bersama dengan wartawan The Jakarta Post, Fadli dan Bendahara PWI Kepri yang juga Pemred Gokepri.com, Andi. (Foto: Saibansah)

Rumbadi juga pernah enam tahun bekerja di PT Ballast Indonesia Constraction di Lampung, sebagai senior store keeper. Manajemen perusahaan asal Belanda ini terkesan dengan kinerja dan etos kerja Rumbadi. Sehingga, menawarinya untuk ikut bergabung dalam proyek pembangunan pelabuhan Cruide Palm Oil (CPO) di Kabil tahun 1989. Tawaran itu diterimanya.

Rumbadi pun memboyong anak-anak dan istrinya tercinta ke Batam. Saat itu, Pulau Batam masih dijuluki pulau berbentuk kalajengking atau scorpion island. Tentu, sebelum kegiatan reklamasi bibir-bibir pantai marak seperti sekarang. Entahlah, apakah bentuk Pulau Batam saat ini masih mirip kalajengking, atau malah sudah mirip singa.

“Jadi wartawan adalah panggilan jiwa, pekerjaan wartawan itu sangat mulia. Sebagai wartawan harus serius menjalankan tugasnya, karena pekerjaan ini mengemban misi social control. Pekerjaan apapun bila dikerjakan dengan tekun serta serius maka akan membuahkan hasil positif,” kata Rumbadi Dalle dalam autibiografinya yang tidak tuntas itu.

Tarikan panggilan jiwa menjadi wartawan itulah yang membuatkannya mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Dia pun mengundurkan diri dari posisinya sebagai Senior Supervisor Production Control PT Giken Precision Indonesia. Padahal, di perusahaan elektronik asal Jepang itu bang Rumbadi telah bermitra kerja dengan atasan langsung asal Jepang telah dijalaninya hingga 3 tahun.

Mitra itulah yang kemudian memberinya kesempatan berangkat ke negeri sakura selama 1 bulan untuk belajar Program Repair Video AKAI Training di Saitama, Jepang. Sungguh ini adalah sebuah apresiasi buat seorang karyawan yang berprestasi.

“Saya akhirnya berkecimpung penuh di dunia jurnalistik dengan bekerja sebagai wartawan untuk Harian Bukit Barisan, terbitan Medan, Sumatera Utara. Suka duka sebagai wartawan saya lalui dan saya nikmati, sampai bisa bertahan hingga saat ini.”

Bang Rumbadi pun kemudian mengisahkan pengalamannya mengejar sumber berita dengan wartawan senior Marganas Nainggolan, salah seorang perintis Harian Batam Pos, koran pertama yang terbit di Batam.

Narasumber yang diburu itu adalah salah seorang komandan dari salah satu kesatuan militer yang anak buahnya terluka parah akibat bacokan senjata tajam yang dilakukan oleh tekong TKI (Tenaga Kerja Indonesia).

Peristiwa itu sangat menghebohkan Batam, sang komandan cukup sulit ditemui wartawan. Tapi bang Rumbadi dan Marganas terus memburunya sampai ketemu di markasnya. Walau hujan gerimis disertai petir silih berganti mewarnai Batam ketika itu. Naik sepeda motor GL Pro.

“Untuk menemui  narasumber itu sangat sulit, tetapi pengalaman itu sangat memiliki arti penting bagi saya, wartawan itu tidak boleh cepat menyerah dalam memburu narasumbernya.”

Banting Stir Menjadi Akademisi

Setelah anak-anaknya lulus kuliah, bang Rum kemudian melanjutkan kuliahnya. Dipilihnya fakultas hukum di Unrika (Universitas Riau Kepulauan). Naik motor pulang pergi dari Bengkong-Batuaji, malam hari, dilaluinya selama empat tahun.

Benar kata orang, tidak ada usaha yang sia-sia. Buktinya, toga dan ijazah sarjana hukum pun dibawanya pulang. Bangga bang Rum mempersembahkan gelar sarjana itu kepada istrinya tercinta, Suryati. Gelar akademis inilah yang mengantarkannya menjadi dosen di almamaternya, Unrika. Bahkan, jabatan terakhirnya adalah Wakil Dekan Fakultas Hukum Unrika.

“Dinda, selesaikan segera kuliah ilmu al Quran itu. Nanti ngajar di kampus abang ya,” ujar bang Rum saat kami minum bandrek Aceh di patung kuda Sei Panas Batam. Saat itu saya memang sedang kuliah lagi S1 di STIQ (Sekolah Tinggi Ilmu Al Quran) Batam.

Lalu, almarhum pun berkisah perjuangannya menyelesaikan S2 hukum yang ditempuhnya di UIB (Universitas Internasional Batam). Tidak mudah, memang. Juga tidak murah. Itulah makanya, kami pun saling menguatkan untuk sama-sama meraih sukses di masa depan. Juga sukses buat anak-anak kami.

Makanya, saat besoknya akan diwisuda S2 di Hotel Swissbell Harbour Bay Batam, almarhum menelpon saya, mewanti-wanti jangan sampai tidak datang menyaksikan wisudanya.

“Siap bang, saya pasti hadir.”

“Makasih, dinde. Abang tunggu besok ya.”

Karena prestasi akademik itu pulalah yang diwariskannya untuk cucu-cucu kesayangan bang Rum, Mecha, Qianna, Athallah, Naufal, Jibran dan Alkhalifi itu

Kini, kita tidak bisa saling menguatkan lagi, bang. Hanya lantunan doa yang bisa saya hantarkan buatmu. Semoga Allah SWT menempatkanmu di tempat yang mulia di sisi-Nya.

Ya Allah, ampunilah dosa-dosa saudaraku Rumbadi Dalle. Allahummahfirlahuu ya robb. Aamiin yaa mujibassaailiin.*

4