Oleh Dahlan Iskan
KEJUTAN lagi dari Hongkong: gedung 42 lantai terbakar. Lokasinya di ‘hutan gedung tinggi’. Kepanikan tetangga sesama pencakar langit luar biasa.
Itulah gedung baru milik konglomerat Kwok Brothers: Empire Group.
Gedung itu bahkan belum jadi benar. Tapi peruntukannya sudah pasti: Hotel Kimpton.
Anda pasti sudah tahu lokasi kebakaran ini: Tsim Sha Tsui.
Di pusat kota Kowloon. Dekat terminal fery penyeberangan ke pulau Hongkong yang terkenal itu.
Persis di sebelah Sogo.
Atau hanya dua gedung dari Hotel Sheraton dan Hotel Imperial.
Heboh sepanjang malam. Kebakaran itu terjadi jam 00.00 lewat dikit. Jumat dini hari. Down Town Kowloon ini hanya sekitar 10 menit dari Kadoorie Hill, perumahan orang kaya. Di situlah apartemen 4 kamar milik selebriti yang dimutilasi Abby Choi berlokasi.
Kwok Brothers memang selalu bikin berita besar. Maklum keluarga ini salah satu dari tiga orang terkaya di Asia. Mereka selalu masuk daftar orang terkaya di dunia.
Berita terbesar mengenai mereka Anda pasti masih ingat: Walter Kwok, tertua dari tiga bersaudara Kwok Brothers, diculik. Mereka tidak mau lapor polisi: takut dibunuh. Begitulah ancaman penculik.
Nego pun berlangsung alot. Sudah tujuh hari belum juga terjadi kesepakatan. Ketika pembicaraan alot, Walter Kwok dipindah ke ruang gelap tanpa cahaya: selama 4 hari.
Akhirnya angka tebusan disepakati: 600 juta dolar Hongkong. Sekitar Rp 2 triliun. Walter Kwok pun dilepas.
Penculik yang sama pernah sukses menculik Victor Li. Ia anak sulung orang terkaya di Asia, konglomerat nomor 1 Hongkong: Li Kashing. Keluarga ini juga tidak mau lapor polisi. Victor adalah putra mahkota Li Kashing -sekarang sudah menjadi CEO grup, menggantikan posisi sang ayah.
Li Kashing akhirnya setuju membayar hampir dua kali lipat dari tebusan Walter Kwok. Sekitar Rp 2,6 triliun. Edan.
Penculik ini dapat uang hampir Rp 5 triliun dalam dua tahun. Penculik yang sama masih merencanakan menyekap Stanly Ho, orang terkaya Hongkong lainnya. Yakni penguasa judi di Hongkong dan kemudian jadi raja judi di Macao.
Tapi zaman semakin tidak memihak si penculik. Tahun 1997 Hongkong diserahkan kembali ke Tiongkok. Gangster terbesar Hongkong hanya bisa dikalahkan oleh dengan -istilah guyonannya- “gangster” yang lebih besar: pemerintah Komunis Tiongkok.
Penculik itu namanya abadi: Cheung Tze-keung. Kelahiran 1950. Kampung halamannya di satu desa miskin di provinsi termiskin Tiongkok saat itu: Guangxi. Tetangga baratnya provinsi Guangdong.
Umur 4 tahun Cheung (Chang) diajak bapaknya merantau ke Hongkong. Lewat jalan gelap. Hongkong resminya tidak bisa menerima kedatangan orang Tiongkok.
Ketika remaja Cheung sudah punya cita-cita jadi orang kaya dengan jalan yang mudah: menjadi preman.
Perampokan, penculikan, pembunuhan adalah program kerjanya. Foya-foya adalah visi misinya.
Ketika sudah punya banyak uang Cheung ternyata tidak pelit. Uang mudah didapat, juga mudah dilepas. Anggota gangsternya dapat bagian layak. Hujan selalu merata di sekitar Cheung.
Ketika menginap di suatu hotel, banjir tip melanda hotel itu. Sekali judi, Cheung pernah kalah Rp 200 miliar.
Cheung juga pernah ditangkap polisi Hongkong. Ia dijatuhi hukuman 18 tahun. Anak buahnya ada yang dijatuhi hukuman 41 tahun. Tapi Cheung akhirnya bebas. Ia mengajukan banding. Tidak ada fakta hukum mengenai keterlibatannya.
Tidak ada bukti. Tidak ada saksi. Hukum Inggris yang berlaku di Hongkong saat itu memungkinkan Cheung bebas.
Semua diatur dengan sangat rapi. Uang tebusan itu misalnya, harus uang kontan. Tidak ada jejak digital. Pun ketika uang yang diminta sangat banyak. Begitu banyaknya sampai harus dimasukkan 20 kopor yang diangkut bersamaan oleh dua sedan limousin Mercy.
Penyerahannya pun di pusat kota Hongkong. Di Central. Yakni di satu jalan yang paling sepi di Central.
Kini yang seperti itu tidak mungkin lagi terjadi di Hongkong. Setahun setelah Hongkong diserahkan ke Tiongkok, Cheung ditangkap. Dibawa ke Guangzhou. Dengan cara gelap -seperti kedatangannya ke Hongkong zaman ia kecil.
Cheung melawan. Secara hukum, ia tidak bisa dibawa ke daratan Tiongkok. Kalau pun harus berurusan dengan polisi dan pengadilan, hukum Hongkong-lah yang harus berlaku. Termasuk: berbuatan kriminal di Hongkong tidak bisa diekstradisi ke Tiongkok.
Gangster besar bisa berkelit dalam menyiasati hukum positif. Tiongkok tentu lebih bisa menyiasati bagaimana bisa menangkap Cheung dan membawanya ke Guangzhou. Tahun itu juga, 1998, di Guangzhou Cheung diadili. Dijatuhi hukuman mati. Lalu segara dieksekusi. Umurnya 43 tahun.
Penculikan dan pembunuhan memang masih terjadi di Hongkong. Tapi kelasnya tinggal seperti yang dilakukan Kwong Kau dan anak-anaknya terhadap mantan menantunya sendiri: Abby Choi.
Sejak penculikan itu Walter Kwok kurang sehat. Adik-adiknya mulai mempersoalkan kebijakan sang kakak. Terutama soal keterlibatan pacarnya di perusahaan.
Walter sendiri lantas disingkirkan dari perusahaan. Terutama karena kesehatan. Walter harus keliling ke Amerika, Inggris, dan Shanghai untuk mengobatannya. Walter meningal dunia karena stroke.
Walter sudah tidak tahu kalau perusahannya masih terus berkembang. Pun tanpa dirinya. Tapi keluarga ini masih terus jadi berita.
Terbakarnya gedung baru 42 lantai dua hari lalu mengingatkan kembali bahwa Empire Group masih sangat jaya.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia