Oleh Dahlan Iskan
PUN ketika menampilkan kali pertama Vivek Ramaswamy, Disway ikut disepelekan: siapa orang itu.
Kini koran-koran besar Amerika menyatakan Vivek-lah pemenang debat pertama calon presiden Amerika Serikat tiga hari lalu itu. Yakni debat antar calon dari Partai Republik yang justru tidak diikuti oleh pemegang puncak ratingnya: Donald Trump.
Vivek memang bukan siapa-siapa sebelum ini. Jadi wali kota Solo pun belum.
Ia pengusaha keuangan. Umur baru 38 tahun. Keturunan India selatan. Yang tidak pernah menjabat apa pun di bidang politik.
“Vivek adalah Donald Trump dalam bentuk lain,” tulis media di sana.
Kalau bicara blak-blakan seperti Trump. Termasuk ini: kalau terpilih kelak ia akan mengeluarkan pengampunan untuk Donald Trump di hari pertamanya sebagai presiden Amerika.
Vivek juga ingin mengubah konstitusi Amerika: agar umur pemilih dinaikkan. Paling muda 25 tahun. Tidak lagi 18 tahun.
Yang 18 tahun tetap boleh memilih tapi ada syaratnya: pernah mengabdi kepada negara. Misalnya pernah menjadi tentara atau pernah ikut wajib militer. Atau pernah kerja sosial untuk negara.
Soal Ukraina, Vivek juga berterus terang: tidak mau membela Ukraina.
Amerika harus pertama-tama memikirkan Amerika sendiri.
Perang harus dihentikan. Caranya: Ukraina mengalah. Yang sudah telanjur diduduki Rusia saat ini biarlah menjadi wilayah Rusia. Karena wilayah-wilayah itu memang ada kaitannya dengan Rusia.
Lebih dari itu Ukraina tidak boleh menjadi anggota NATO.
Selamanya. Seterusnya. Penyebab perang adalah itu.
Dasar pemikiran Vivek adalah: jangan sampai Rusia dan Tiongkok bersatu. Perang di Ukraina telah membuat Rusia bersatu dengan Tiongkok. Padahal musuh utama Amerika mestinya Tiongkok.
Pun soal Taiwan. Pandangan Vivek tergolong baru. Amerika hanya boleh membela Taiwan sementara waktu saja. Yakni di saat Amerika belum mandiri dalam semikonduktor.
Sekarang Taiwan harus dilindungi karena semikonduktor bikinan Taiwan masih sangat dibutuhkan Amerika.
Dua tahun Vivek jadi presiden, Amerika sudah harus berdikari di bidang semikonduktor. Dan saat itulah Amerika tidak harus lagi melindungi Taiwan.
Pandangan lain yang juga sangat tegas adalah: bubarkan FBI, kementerian pendidikan, komisi nuklir, dan internal revenue service. Untuk apa pemerintah pusat (Federal) memiliki lembaga-lembaga itu.
Sebagian ada yang tumpang tindih, sebagian lagi jadi urusan negara bagian sepenuhnya.
Urusan energi nuklir dan pendidikan biarlah menjadi urusan negara bagian. Sedang tugas FBI digabung ke dalam lembaga secret service.
Begitu segar pandangan Vivek. Darah muda terbukti lebih segar.
Masih ada satu lagi yang mirip Trump: narsistisnya. Kian lama, kata media di sana, Vivek terlihat kian narsistis. Kata lain barangkali ini: ambisius. Tapi orang Amerika suka hal-hal yang ambisius. Jadi itu bukan bagian yang membuat Vivek tercela.
Maka, begitu Trump tidak bisa maju sebagai calon presiden, pengikut Trump sudah terhibur. Setidaknya ada jaminan akan diberikan pengampunan.
Sisi baiknya: pengikut Trump mungkin tidak jadi mengamuk kalau akhirnya idola mereka itu harus terjerat hukum.
Kalau pun Trump akhirnya bisa mencalonkan diri, rasa-rasanya Trump akan memilihnya sebagai calon wakil presiden.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia