Oleh Dahlan Iskan
MALANG bernasib mujur. Malang kini jadi kota mahasiswa terbesar di Indonesia. Mengalahkan ”kota mahasiswa” Yogyakarta.
Jumlah mahasiswa di Malang kini mencapai sekitar 1 juta orang. Bandingkan dengan Yogyakarta: sekitar 600.000 orang.
Di Malang rekornya masih dipegang Universitas Brawijaya (UB). Tahun lalu jumlah mahasiswa UB sudah 90.000 orang. Tahun ini UB menerima mahasiswa baru 18.683 orang. Gila beneran.
Di tengah era disrupsi, minat masuk perguruan tinggi konvensional ternyata masih begitu tinggi.
Berarti tahun ini jumlah mahasiswa UB sudah 100.000. Dulu UB hanya sempat kalah oleh ”universitas sejuta umat” di Kecamatan Pamulang, di barat daya Jakarta: Universitas Pamulang. Kini jumlah mahasiswa UB hanya kalah oleh Universitas Terbuka.
Sebelum Covid saya diminta bicara di depan mahasiswa baru UB. Seperti lautan manusia.
Tahun ini saya diminta bicara di depan mahasiswa baru UM (Universitas Negeri Malang). Forum yang sangat besar: 6.000 mahasiswa baru.
Gedung besar di kampus UM penuh sesak. Histeris. Terutama ketika semua mahasiswa baru menyalakan layar HP. Lalu mengayunkannya ke kanan-kiri. Mengikuti lagu ulang tahun yang riuh: ada yang ulang tahun hari itu. Si penceramah.
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) juga raksasa. Tahun ini mahasiswa barunya 8.000 orang. UMM penerima mahasiswa baru terbanyak di antara universitas milik Muhammadiyah.
Status Malang sebagai kota mahasiswa itulah yang membuat lembaga pendidikan seperti Universitas Binus ikut membuka kampus di Malang. Padahal sudah ada 57 perguruan tinggi swasta di Malang.
Kemarin malam saya hadir di salah satu yang swasta itu. Relatif baru: Universitas Ma Chung.
Ada acara bedah buku saya yang diterbitkan Yayasan Obor: Teladan dari Tiongkok. Pembicara satunya lagi Anda sudah tahu: Dr Novi Basuki. Santri Nurul Jadid Probolinggo yang S-1, S-2, dan S-3 nya di Tiongkok. Inilah bedah buku yang dihadiri lebih 500 orang.
Ma Chung adalah singkatan. Ma-nya adalah Malang. Chung-nya adalah Kaochung (SMA). SMA Malang. Chung juga bisa berarti Tionghoa. Atau bisa juga berarti Tiongkok.
Zaman dulu memang banyak sekolah Tionghoa terkenal. Di Jakarta ada Pachung. Di Surabaya ada Xinchung. Di Malang ada Ma Chung. Sekolah-sekolah seperti itu dilarang di tahun 1965.
Alumni Ma Chung banyak yang terkenal. Salah satunya Anda sudah tahu: Mochtar Riady, konglomerat pemilik grup Lippo.
Murdaya Poo juga pernah di Ma Chung. Pun Teguh Kinarto, pengusaha papan atas di Surabaya.
“Kalau minum air, jangan lupa sumbernya”. Itulah pepatah terkenal di Tiongkok. Pepatah itu jadi salah satu pegangan orang Tionghoa.
Masa SMA adalah masa paling gila. Pun bagi para alumni Machung. Mereka sudah menyebar. Mereka sering mengadakan reuni. Tahun 2001 mereka reuni akbar: di Xiamen, Tiongkok.
“Minum air jangan lupakan sumbernya”. Pepatah itu diucapkan Mochtar Riady di Xiamen. Maka dicarilah apa bentuk nyata dari ”jangan lupakan sumber” itu. Dimunculkanlah gagasan membuat yayasan pendidikan di Malang. Lahirlah ide Universitas Ma Chung.
Tahun 2004 diadakan lagi reuni besar. Kali itu di Malang. Lokasinya di tanah 5 hektare yang akan dipakai kampus Universitas Ma Chung. Di Malang barat. Di dalam kawasan real estate besar milik Teguh Kinarto. “Kami dirikan tenda besar seluas 4 hektare,” ujar Teguh mengenang.
Teguh menjadi ketua yayasan. Mochtar Riady menjabat ketua dewan pembina. Murdaya Poo ketua dewan pengawas.
Saat itu disepakati pula siapa yang tercatat sebagai pendiri di luar Mochtar Riady dan Murdaya Poo. Mereka adalah Soegeng Hendarto, Teguh Kinarto, Hendro Sunjoto, Koentjoro Loekito, Effendy Sudargo, Agus Chandra, Hadi Widjojo, Nuryati Tanuwidjaya, Nehemja, Alex Lesmana Samudra, Evelyn Adam, Usman Harsono, Nagawidjaja Winoto, dan Soebroto Wirotomo. Semua pengusaha terkemuka.
Hasilnya: disepakati bahwa Universitas Ma Chung harus berdiri pada tanggal 7, bulan 7, tahun 2007. Maka jadilah. Sampai sekarang.
Nama Universitas Ma Chung besar di Malang. Tapi jumlah mahasiswanya masih termasuk kecil. Di tahun 2023 ini hanya menerima 300 mahasiswa baru.
Tidak melupakan sumber air telah mereka lakukan dengan sungguh-sungguh. Tapi untuk membuat sumber air itu hebat rupanya lebih sulit.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia