Oleh Dahlan Iskan
PEMILU tanpa internet. Tepat di saat orang berangkat ke TPS jaringan komunikasi mati. WA, Facebook, email, TikTok macet.
Itulah suasana hari pencoblosan suara di Pakistan kemarin.
Hasilnya: baca komentar dari perusuh Disway siang nanti. Sampai saya selesai menulis naskah ini belum jelas siapa pemenangnya. Pukul 21.00 WIB masih jam 4 sore di sana.
Hampir pasti partai penguasa yang menang: PML-N. Hanya saja, seperti biasa, menangnya tidak cukup mayoritas untuk bisa sendirian membentuk pemerintah baru.
Atau kali ini bisa.
Upaya memenangkan PML-N luar biasa. Segala cara. Macetnya internet juga dituduhkan ke pihak penguasa: sebagai salah satu cara itu. Orang pun mulai curiga: jangan-jangan ada permainan angka-angka.
Cara lain Anda sudah tahu: mantan Perdana Menteri Imran Khan dimasukkan penjara. Di banyak perkara sekaligus. Termasuk perkawinannya yang dianggap melanggar hukum: dilakukan di masa idah.
Partai yang dipimpin Imran Khan pun dihambat habis: PTI. Caleg dari PTI tidak boleh pasang logo partai. Logo PTI dianggap ilegal: melanggar hukum Pemilu.
Alasannya: logo partai itu dipilih tanpa lewat pemilu di internal partai. UU Pemilu di sana menetapkan: logo partai harus dipilih oleh anggota partai lewat pemilu internal.
Logo partai PTI memang mengkhawatirkan: tongkat pemukul bola dalam olahraga kriket.
Anda sudah tahu: kriket adalah olahraga paling populer di Pakistan. Imran Khan pernah jadi kapten tim nasional yang legendaris: Pakistan jadi juara dunia. Kali pertama dan belum pernah terulang setelahnya.
Coba Anda perhatikan baik-baik logo itu: di mana telak bahayanya. Bentuknya sangat sederhana. Bagi kita yang tidak akrab dengan kriket bisa jadi logo itu dianggap talenan di dapur istri: untuk landasan iris cabe atau bawang bombai.
Tanpa logo itu, para caleg di sana tidak pede. Basis PTI di pedesaan. Tidak banyak pemilik HP di wilayah itu.
Padahal dalam kampanye selama ini lebih banyak dinyanyikan lagu bertema pemukul bola kriket: Patel Para Patel Para. Itu bahasa Urdu untuk hebatnya pemukul bola kriket.
Hanya pemukul bola. Logo partai-partai di sana memang miskin imajinasi. Ada partai berlogo rumput. Ada pula yang berlogo sapu.
Lihatlah logo satu partai terbesar di sana: PPP. Pernah menang. Pernah jadi penguasa. Dua kali. Pendiri partai itu jadi perdana menteri yang berakhir di tiang gantungan: Zulfikar Ali Bhutto.
Jauh setelah itu PPP menang lagi. Putri Bhutto jadi perdana menteri: Benazir Bhutto. Hidupnyi berakhir di panggung politik: dia tewas ditembak.
Logo partai ini: tanda panah. Hanya tanda panah. Betapa tidak menariknya. Apalagi gagang panah itu dipenggal oleh tiga warna: hitam, hijau, putih –warna bendera Pakistan.
Tapi logo ini juga populer. Dianggap berbahaya. Pernah dilarang –dengan berbagai alasan. Benazir membawanya ke pengadilan. Menang. Sejak itu logo tanda panah dipakai lagi. Sampai sekarang.
Bhutto Zadari, putra Benazir, kini menjadi pimpinan puncak PPP. Tapi masih sulit untuk menang. Basis utamanya di kota Karachi dan sekitarnya. PPP dianggap terlalu sekuler.
Maka tiga partai besar di Pakistan sebenarnya hanya kuat di masing-masing basis mereka: PML-N di Punjab dan sekitarnya. PTI kuat di Baluchistan dan sekitarnya.
Punjab adalah wilayah dengan penduduk terbanyak. Juga paling maju. Secara ekonomi Pakistan adalah Punjab. Semua bisnis besar di Punjab –di sekitar Lahore.
Karachi di selatan hanyalah pusat kemiskinan kota.
Baluchistan di barat adalah pusat ekstremis dan kemiskinan daerah.
Maka ketika PTI menang dan Imran Khan jadi perdana menteri, orang Punjab merasa diperintah oleh orang dari udik –biar pun Imran sendiri sudah menjadi orang metropolitan.
Imran Khan sangat sulit membangun ekonomi. Saat Imran jadi penguasa gubernur Punjab tetap dari partai PML-N. Yakni Shehbaz Sharif –adik kandung Nawaz Sharif.
Sang adik tiga kali menjabat gubernur Punjab. Sampai kapan pun dinasti Sharif akan berkuasa di Punjab. Ia konglomerat terbesar di Punjab. Bisnis jenis apa pun merekalah penguasanya.
Imran sebenarnya pernah jadi harapan baru: agar Pakistan tidak lagi jadi rebutan dua dinasti saja: Bhutto dan Sharif. Imran dari wilayah barat yang netral.
Tapi Imran tidak dipercaya oleh militer. Imran dianggap pro militan Islam.
Imran sendiri sebenarnya sangat liberal tapi basis pendukungnya memang dari kawasan yang terpinggirkan.
Militer sebenarnya juga pernah jadi harapan baru agar bisa keluar dari rebutan dua dinasti itu. Sayangnya penguasa militer yang berhasil melakukan kudeta saat itu tidak berhasil jadi diktator yang baik.
Perdana menterinya, Jenderal Zia ul Haq hanya berhasil bertahan lama di istana, tapi tidak berhasil membangun Pakistan.
Saya sudah menjelajah tiga wilayah yang berjauhan itu: secara kasat mata pun terlihat hanya Punjab yang ‘hidup’.
Karachi ruwet dan miskin. Penduduknya mengeluhkan penanganan sampah yang buruk. Juga kekurangan air. Dan harga gas kian tidak mampu terjangkau. Sedang Baluchistan gersang dan miskin.
Masing-masing wilayah itu menginginkan perdana menteri dari wilayah sendiri. Maka PML-N kini menghadapi oposisi dari Karachi dan Baluchistan.
Secara pribadi saya melihat Nawaz Sharif adalah perdana menteri terbaik di antara yang pernah ada. Pembangunan ekonominya paling terlihat. Nwaz-lah yang menjalin pertama hubungan intim dengan Tiongkok.
Tapi pembangunan ekonomi mungkin kurang menarik di sana. Politik dan demokrasi lebih menggairahkan.
Hari ini kita akan lihat apakah PML-N yang berlogo singa bisa menang. Logistik kampanye PML-N seperti tanpa batas. Termasuk mampu membawa singa hidup ke arena kampanye. Yakni singa putih yang sebenarnya sudah langka di sana.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia