Oleh Dahlan Iskan
HANYA orang media yang ingin Pilpres dua putaran: berita politik yang panas punya banyak peminat.
Iklan politik juga terus diperlukan. Jumlah pelanggan meningkat, jumlah pemasukan membesar.
Itu dulu. Ketika media sosial belum segila sekarang.
Apakah orang media tetap seperti itu sekarang?
Rasanya tidak lagi.
Berita politik di media konvensional tidak sepanas di medsos. Iklan politik juga sangat minim. Harganya pun banting-bantingan.
Media sendiri lebih hati-hati dengan iklan politik. Harus dibayar lunas sebelum iklan dimuat. Media pernah kena tipu besar-besaran. Banyak iklan politik tidak dibayar. Pemilu pun berlalu. Untuk apa lagi bayar –terutama pemasang iklan yang ternyata tidak terpilih.
Pedagang, Anda sudah tahu: menginginkan satu putaran –terserah capres mana yang menang. Mereka percaya siapa pun yang terpilih tidak memengaruhi bisnis mereka.
Mereka membayangkan: kalau Pilpres dua putaran kapan mulai bekerja/berdagang. Dua putaran hanya membuat ketidakpastian kian panjang.
Ekonomi baru maju kalau ada stabilitas. Kian lama stabil kian maju ekonomi. Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura maju sekali setelah melewati masa stabil yang sangat panjang. Dua yang pertama berubah menjadi negara demokrasi setelah maju. Singapura tidak berubah biar pun sudah maju.
Kita berada di lorong gelap atau sudah melihat cahaya di ujung lorong sana?
Itulah dua sisi pandangan: negatif dan positif.
Saya setuju perusuh Disway di komentar terpilih hari ini: kita berada di terowongan. Itu sikap realistis. Bukan positif, bukan negatif.
Sejak Pilpres langsung tahun 2004 kita berada dalam kondisi stabil. Sudah hampir 20 tahun kita stabil. Sudah cukup panjang. Capaian kita sangat lumayan –meski tidak secepat Taiwan dan Korea Selatan.
Kalau bisa stabil lagi 10 tahun ke depan, stabilitas kita cukup panjang: 30 tahun. Sama panjang dengan masa stabil di zaman Pak Harto. Berarti kita hebat: bisa stabil selama 30 tahun dalam keadaan demokrasi –dengan segala kekurangannya.
Apakah kita akan bisa tetap stabil selama 10 tahun ke depan?
Dulu sempat ada kekhawatiran ganti presiden akan membuat tidak stabil. Apalagi presiden yang terpilih beda partai. Beda gaya. Beda pula model kepemimpinannya. Toh Indonesia tetap stabil.
Maka siapa pun capres yang terpilih seharusnya tahu: menjaga stabilitas itu sangat penting. Kalau 10 tahun ke depan bisa tetap stabil kita kini tidak hanya sedang berada di lorong tapi sudah melihat cahaya di ujung lorong.
Cepatlah Pilpres berlalu.
Masukilah Istana kepresidenan. Ingatlah pelajaran: jaga stabilitas.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia