Oleh Dahlan Iskan
MAKAM St James memang di Santiago. Tapi Spanyol tidak mengenal James. Nama ‘James’ berubah menjadi Santiago di Spanyol. Seperti Petrus menjadi Pedro. Paul menjadi Pablo. John menjadi Juan. Matthew menjadi Mateo. Hanya Judas Iscariot yang perubahannya cukup ditambah huruf ‘e’ di belakangnya: menjadi Escariote.
Itulah sebagian nama dari 12 murid utama Yesus yang diangkat sebagai Rasul. Tugas mereka menyebarkan ajaran ke seluruh penjuru.
James dapat tugas ke Spanyol. Maka kalau ditanya siapa di antara 12 rasul yang paling utama, orang Spanyol pasti menyebut Santiago. St James.
Jangan salah: ada dua James di antara 12 rasul itu. Yang makamnya di Santiago adalah James yang badannya tinggi besar.
Julukannya: James Si Jangkung, James the Great, untuk membedakan dengan James satunya yang pendek.
Bagaimana bisa makam Santiago di Santiago. Bukankah James terbunuh di sekitar Jerusalem? Bagaimana mayatnya bisa sampai ujung barat Spanyol?
Banyak versi. Yang paling populer yang penuh dengan cerita mistik. Mayat James dibawa pengikut setianya dengan kapal. Mengarungi Laut Tengah, melewati semenanjung Iberia, melintasi pantai Portugis, ke utara sedikit sampai daratan paling barat Spanyol.
Lalu ada cerita petani yang melihat bintang bercahaya terang. Cahaya itu mengarah ke satu bukit. Di bukit itulah ternyata, orang desa itu percaya, mayat Santiago berada.
St James membangun gereja di situ. Katedral besar nan cantik pun dibangun belakangan di Santiago. Maka Santiago menjadi tanah suci ketiga bagi umat Katolik –setelah Jerusalem dan Vatikan. Tapi tidak ada kewajiban bagi orang Katolik ke tanah suci.
Hanya keutamaan. Atau kepercayaan: siapa yang ikut Camino akan diampuni dosa-dosa mereka seumur hidup. Tentu yang Camino dengan dua stempel di setiap etape. Bukan hanya mejeng di setiap tanda cangkang kerang di rute Camino. Lalu naik mobil ke penanda Camino di akhir rute.
Camino adalah tilas. Ikut Camino tentu karena ingin napak tilas. Tilas St James. Itulah rute rute Santiago menyebarkan ajaran Yesus di Spanyol.
Saya setuju dengan komentar perusuh Disway kemarin: penutur Camino terbaik adalah Paulo Coelho. Ia seorang novelis terkemuka dunia asal Brasil. Anda pasti sudah baca bukunya yang lain yang sangat top: The Alchemist.
Saya membaca lebih 10 novel Coelho, termasuk novel Camino berjudul O Diário de Um Mago. Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Pilgrimage. Novel Coelho banyak yang sudah diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Gramedia.
Saya jadi ingat: penutur peristiwa Karbala yang terbaik adalah O’Hashem. Sampai tiga kali membaca bukunya –entah di mana sekarang.
Setelah penulis itu meninggal saya dapat informasi. O itu singkatan Omar. Ia seorang tokoh Syi’ah Indonesia.
Begitu dramatik menggambarkan perjalanan Sayidina Husein dari Mekah ke Iraq. Diskripsinya lengkap. Termasuk bagaimana rombongan Husein dijebak saat bermalam di tenda. Lalu Husein berhasil lari meski sandalnya sampai tertinggal.
Ketika akhirnya saya bisa ziarah ke makam Sayidina Ali di Najaf dan langsung ke Karbala nama O’Hashem yang terlintas.
Novel O Diário de Um Mago ditulis Coelho berdasar Camino yang dilakukan Coelho sendiri: 1986. Coelho melakukan Camino setelah gagal masuk ordo Regnus Agnus Mundi yang persyaratannya sangat ketat. Ternyata itu ordo bikinan Coelho sensiei. Itu kan novel. Begitu gagal masuk Ordo Regnus Coelho berangkat Camino. Seperti halnya Lia Suntoso langsung Camino setelah Ganjar gagal jadi presiden RI (Disway: Lia James).
Di Camino tahun 1986 itu Coulho dapat pelajaran rohani yang amat penting: hidup itu sebenarnya simple. Mungkin itu yang membuat Sembilan Naga takut Camino. Pun para politisi.
Tentu Lia pulang dari Santiago juga membawa oleh-oleh terpenting: cangkang kerang. Shell. Mirip lambang perusahaan minyak global Shell. Atau: ide lambang Shell itu didapat setelah boss perusahaannya melakukan Camino?
Anda sudah tahu mengapa cangkang kerang jadi oleh-oleh utama Camino. Anda bisa bercerita lebih baik dari saya karena kejadiannya penuh mistis misterius yang biasanya memang menyertai sebuah keajaiban.
Dari situ pula nama lengkap kota Santiago adalah Santiago de Compostela. Stela berarti bintang. Compo berarti cahaya.
Kalau jadi ke Santiago saya tidak akan lewat Madrid. Pemain tengah Real Madrid terlalu kasar pada Mo Salah di final Piala Champions. Liverpool gagal jadi juara. Sampai sekarang. Maka di final Piala Champions nanti saya, apa boleh buat, saya bersikap seperti di Pilpres yang lalu.
Hidup itu simple.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia