Oleh Dahlan Iskan
ORMAS itu seperti negara: pengurusnya selalu berganti. Ini yang membuat ormas tidak bisa seperti perusahaan swasta.
Lamanya masa jabatan pengurus ormas juga tergantung anggaran dasar dan rumah tangganya.
Ada yang satu tahun, ada yang lima tahun.
Pun aturan periodesasinya: berapa periode seseorang boleh jadi ketua umum. Ada yang hanya boleh satu pereode. Atau dua. Atau tanpa batas.
Di NU rasanya tidak ada batasan periode. Almarhum KH Idham Chalid pernah jadi ketua umum selama hampir 20 tahun. Terakhir beliau menjabat Ketua DPR-RI.
Khofifah Indar Parawansa, Gubernur Jatim yang lalu, menjabat ketua umum Muslimat NU juga hampir 20 tahun. Sampai sekarang.
Sebelum Khofifah, lebih lama lagi. Mahmudah Mawardi bahkan menjadi ketum Muslimat selama 29 tahun.
Saya belum tahu apa bentuk badan hukum yang akan mengelola tambang batu bara milik NU nanti.
Apakah NU akan membentuk perseroan terbatas (PT), atau membentuk yayasan, atau membentuk koperasi.
Saya dengar NU lagi menyiapkan skema besar untuk kiprah ekonominya. NU tidak hanya akan membentuk satu PT di bidang tambang batu bara, tapi juga PT-PT lain untuk berbagai bidang usaha.
Misalnya PT untuk menjadi holding usaha-usaha bidang rumah sakit.#Bagaimana kalau pengurus PBNU-nya harus berganti? Apakah PT milik NU akan senasib dengan BUMN –direksinya sering berganti?
Kabarnya, pemegang saham di PT milik NU itu nanti tidak hanya PBNU –yang bentuk badan hukumnya adalah perkumpulan. Akan ada pemegang saham lain: koperasi pengurus PBNU.
Person-person pengurus PBNU yang sekarang, akan membentuk koperasi. Mulai pengurus inti sampai yangdi seksi-seksi.
Kelak, kalau terbentuk pengurus baru, pengurus baru pun akan dimasukkan ke anggota koperasi.
Demikian seterusnya.
Anggota koperasi pun kian lama kian banyak.
Fungsi koperasi pengurus ini untuk menjaga kelangsungan misi perusahaan. Agar jangan terjadi: ganti pengurus ganti kebijakan.
Tentu pada saatnya bisa juga terjadi: semua pengurus wilayah dan cabang sampai ranting menjadi anggota koperasi.
Saya masih sulit mencerna ide koperasi pengurus sebagai salah satu pemegang saham di PT ‘pertambangan batu bara’ milik NU tersebut.
Keanggotaan koperasi sifatnya adalah perorangan. Dengan demikian kalau PT pertambangan batu bara tersebut membagi laba (deviden), koperasi akan mendapat deviden.
Untuk apa deviden yang diterima koperasi? Tentu terserah hasil rapat anggota koperasi. Bisa saja uang tersebut untuk modal usaha koperasi. Misalnya: koperasi punya usaha tongkang untuk mengangkut batu bara. Lalu usaha itu maju. Koperasi punya banyak uang.
Uangnya untuk apa?
Terserah anggota. Bisa saja untuk usaha yang lain lagi. Atau dijadikan sisa hasil usaha: dibagi di antara anggota.
Kalau itu yang terjadi, jangan-jangan, kelak, jadi pengurus NU itu enak. Mereka bisa jadi anggota koperasi. Dapat sisa hasil usaha. Lalu rebutan jadi pengurus NU. Saling sikut. Fitnah.
Merumuskan siapa pemegang saham PT milik NU rupanya akan lebih sulit dibanding menunjuk siapa yang akan jadi dewan komisaris dan dewan direksi di PT itu nanti.
Tentu saya boleh usul: tiap ranting NU mendirikan koperasi.
Kelak, kalau PT tambang batu bara NU sudah berjalan, PT tersebut ‘go public terbatas’. Semua koperasi ranting NU menjadi pemegang saham di PT tersebut.
Status PT pun berubah menjadi perusahaan publik tanpa harus memperdagangkan saham di lantai bursa.
Dengan demikian PT tambang batu bara NU akan tunduk pada UU Pasar Modal. Termasuk punya kewajiban taat pada asas keterbukaan. Lebih transparan.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia