Jakarta – Dampak ekonomi COVID-19 telah menggeser kekuatan pasar tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena pemberi kerja mengurangi tenaga kerja dan kebutuhan pengasuhan anak di rumah meningkat.
Mata pencaharian perempuan telah berubah, sehingga menjadi semakin penting dibanding untuk memanfaatkan perkembangan ekosistem digital untuk pemberdayaan ekonomi perempuan.
Saat ini, perekonomian Indonesia ditopang oleh usaha berskala mikro. Sebanyak 61% perekonomian Indonesia terdiri atas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan mayoritas (64%) pelaku usaha tersebut adalah perempuan.
COVID-19 telah menyebabkan guncangan pada pasar tenaga kerja di sektor formal sehingga penduduk berpendapatan rendah terpaksa beralih menjadi pelaku usaha atau pekerja informal.
Laporan Women’s World Banking mengenai Ketahanan Ekonomi dan Adopsi Digital Di Antara Pengusaha Ultra Mikro di Indonesia merangkum penelitian paling menyeluruh hingga saat ini mengenai segmen pengusaha ultra-mikro di Indonesia.
Segmen ini mencakup mereka yang memiliki akses pinjaman ultra mikro dari Pemerintah Indonesia yang disalurkan oleh Pusat Investasi Pemerintah melalui mitra penyalur, dan mereka yang memiliki karakteristik bisnis serupa yang belum pernah mengakses pinjaman tersebut.
Penelitian ini mengidentifikasi tiga tipe pengusaha ultra mikro yaitu entrepreneur by necessity, stable entrepreneur, dan growth oriented. Hal ini memberikan peluang untuk merancang program kemandirian bagi pengusaha ultra mikro yang memang bertujuan untuk mengembangkan usahanya karena pengusaha perempuan memiliki perilaku yang melintasi banyak persona dan relatif lebih dinamis.
Hasil riset tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai stakeholder untuk merancang program kemandirian segmen ultra mikro. Sebagai upaya konsolidasi berbagai pihak untuk merancang program kemandirian segmen ultra mikro Pusat Investasi Pemerintah bekerjasama dengan Women’s World Banking mengadakan forum diskusi dengan tema, ‘Membuka Potensi Menuju Kemandirian Perempuan Pengusaha Ultra-Mikro di Indonesia’.
Dalam diskusi tersebut, menghadirkan Research Lead Asia Tenggara untuk Women’s World Banking, Agnes Salyanty, Deputi Bidang Usaha Mikro, Kemenkop UKM RI, Eddy Satriya dan In-In Hanidah dari Oorange UNPAD. Lalu, Head of Programmes UN Women, Dwi Yuliawati Faiz dan Peneliti Senior SMERU, Palmira P. Bachtiar.
Direktur Utama Pusat Investasi Pemerintah, Ririn Kadariyah mengatakan, 95 persen penerima Pembiayaan UMi adalah pelaku usaha perempuan. Untuk itu PIP bekerjasama dengan berbagai pihak dalam memberikan pendampingan kepada para pelaku usaha perempuan.
Direktur Regional Asia Tenggara Women/s World Banking, Christina Maynes mengatakan, banyak perempuan yang sangat terpengaruh dengan pandemi termasuk para pelaku usaha perempuan sehingga muncul banyak kekhawatiran mengenai keberlangsungan usaha mereka.
Women’s World Banking bekerja di seluruh dunia dan melakukan riset untuk bisa memberikan masukan dan rekomendasi kebijakan untuk menciptakan layanan keuangan yang sesuai untuk perempuan agar bisa berkontribusi terhadap perekonomian.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Penerimaan Negara, Oza Olavia, dalam keynote speechnya menyampaikan mengenai kondisi perekonomian Indonesia yang terus menunjukkan pemulihan yang tercermin dari beberapa indikator makro ekonomi.
Penguatan perekonomian tersebut tidak terlepas dari peran APBN yang responsive termasuk memberikan dukungan kepada UMKM yang memiliki peran yang sangat penting bagi perekonomian.
Agnes Salyanti menyampaikan Women’s World Banking melakukan kajian melibatkan lebih dari 1.300 responden untuk memotret karakteristik pelaku usaha ultra mikro. Pengenalan karakteristik yang tepat akan bisa membantu merancang produk layanan keuangan yang tepat.
Berdasarkan hasil riset, karakteristik pelaku usaha ultra mikro didominasi oleh entrepreneur by necessity yang usahanya lebih bersifat informal, masih belum memiliki pengelolaan usaha yg baik. Riset juga menemukan bahwa tabungan memiliki peran yg penting untuk membantu pelaku usaha bertahan ketika ada goncangan perekonomian.
Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Mikro Dirjen Pemberdayaan Sosial Kemensos, Eddy Satriya menambahkan, upaya-upaya pemberdayaan UMKM perempuan antara lain melalui dukungan kelembagaan dan pelatihan koperasi yang akan melayani UMKM perempuan, pelatihan kewirausahan, pendampingan, dukungan akses pemasaran, serta memperluas akses Pembiayaan.
In in Hanidah dari Oorange UNPAD memberikan tanggapan bahwa pembelajaran dari tinjauan akademis untuk pengusaha mikro perempuan ini adalah proses pendampingan langsung, dengan pendekatan yang intensif disesuaikan profil sasaran.
Sementara itu Dwi Faiz selaku Head of Programmes UN Women menyampaikan bahwa kemandirian perempuan adalah kemampuan perempuan dalam mengambil keputusan. Menurutnya, 50% wirausaha perempuan selalu melibatkan laki-laki dalam mengambil keputusan. Sedangkan hanya 43% wirusaha laki-laki yang melibatkan perempuan dalam mengambil keputusan.
Selanjutnya Palmira P. Bachtiar –Peneliti Senior SMERU, menyampaikan tanggapan bahwa partisipasi perempuan pelaku usaha mikro di ekosistem ekonomi digital dapat memperkuat ketahanan rumah tangga, namun perlu upaya membangun mindset dan kepercayaan terhadap ekosistem digital, penurunan biaya transaksi dan pemberian pelatihan atau pendampingan yang efektif.
Dari diskusi panel tersebut, terdapat 3 point penting dalam Membuka Potensi Menuju Kemandirian Perempuan Pengusaha Ultra-Mikro yaitu adanya pendampingan yang intensif dan komprehensif, program yang terintegrasi dalam ekosistem yang saling mendukung, dan program yang berkelanjutan.
Sumber : Batamtoday.com
Editor: Saibansah