Oleh Dahlan Iskan
RIDWAN KAMIL sudah pamitan: hari ini, 5 September, masa jabatannya sebagai gubernur Jawa Barat berakhir. Itu juga dialami Ganjar Pranowo di Jateng, gubernur Sumut, Papua, NTT, NTB, Kalbar, Sulsel, Sultara, dan gubernur Bali.
Di antara mereka, yang langsung sibuk adalah Ganjar. Ia sudah resmi jadi calon presiden dari PDI-Perjuangan.
Ridwan masih harus berjuang. Yang sudah pasti adalah maju lagi di Jabar: untuk periode kedua. Lalu masih punya peluang besar yang lebih baik: dilamar jadi wakil presiden. Terserah: oleh Ganjar atau Prabowo Subianto.
Prabowo memang sudah kuat di Jabar: terbukti di pilpres empat tahun lalu. Entah tahun depan. Ketika Anies juga kuat di Jabar. Rasanya Prabowo lebih mencari pasangan untuk menang di Jatim. Di pilpres lalu Prabowo kalah telak di sana.
Harusnya Ganjar lebih berkepentingan atas Kang Emil. Ganjar lemah di Jabar maupun di Jatim. Tapi Jatim tidak masalah. Mesin politik PDI-Perjuangan akan bisa menggerakkan Jatim. PDI-Perjuangan adalah pemenang pemilu di Jatim. Karena itu ketua DPRD Jatim Berasal dari PDI-Perjuangan. Bukan PKB.
Dari hitungan itu Ridwan bisa sangat dibutuhkan oleh Ganjar. Kecuali ada hitungan lain.
Apa pun Ganjar harus menang di Jabar. Tapi lewat apa? Kekuatan pribadinya, ditambah kekuatan partai, akan bisa sikat habis Jateng. Demikian juga lewat partainya, Ganjar bisa menang di Jatim. Dan lewat Ridwan Kamil mungkin bisa memenangkan Jabar.
Tapi Ridwan Kamil adalah Golkar. Waktu pamitan kemarin ia mengenakan kaus oblong warna kuning. Ada tulisan sederhana di dadanya: Nuhun Jawa Barat.
Di acara itu ia mengklaim berhasil membuat Jabar juara. “Jabar menjadi provinsi terbaik,” katanya. Lebih 500 perubahan dilakukan selama lima tahun menjadi gubernur.
Saya tidak punya waktu melakukan pengecekan. Tapi pembaca zaman sekarang bisa mencari data pembanding di mana saja.
Saya hanya bertanya kepada beberapa orang Sunda: bagus mana antara Kang Aher dan Kang Emil. Aher adalah Ahmad Heriawan, Gubernur Jabar sebelumnya. Kang Emil adalah panggilan untuk Ridwan Kamil.
Umumnya, yang saya tanya itu, mengatakan nilai Kang Aher adalah 8 (1-10). Tapi mereka tidak mau menilai Kang Emil karena tidak sepadan. Kang Aher dua periode. Sedang Kang Emil baru satu periode. Itu pun terpotong masa Covid-19 selama dua tahun.
Keduanya memang berbeda orientasi. Kang Aher sangat dikenal dengan peninggalan jalan lintas selatan: dibuat mulus semua. Kang Emil membangun semua alun-alun di semua kabupaten dan kota.
Soal alun-alun memang urusan bupati dan wali kota. Tapi Ridwan turun tangan. Ia seorang arsitek terkemuka. Desain arsitekturnya sering juara. Pun di tingkat internasional. Ia mungkin sesak dada melihat wujud semua alun-alun lama di Jabar. Maka ia lakukan koordinasi dengan para kepala daerah. Alun-alun ditata ulang. Dana dikucurkan.
Ridwan juga sesak napas melihat kota-kota industri seperti Karawang, Bekasi, dan Tangerang. “Itu bukan kota. Itu kumpulan pabrik,” katanya kepada media grup Disway di Bandung pekan lalu.
Karena itu Ridwan juga ingin menata kawasan utara Jabar. Agar di samping sebagai kekuatan ekonomi juga bisa menjadi kekuatan kehidupan seorang manusia. Bukan hanya jadi kumpulan alat kerja. Yang setelah bekerja mereka tidak tahu harus bagaimana, sebagai seorang manusia. “Kota-kota industri harus dirancang ulang agar menjadi kota kehidupan manusia,” katanya.
Tentu waktu satu periode tidak cukup. Apalagi terpotong Covid. Itulah agenda yang nyata untuk masa jabatan kedua.
Kalau tidak jadi wakil presiden.
Mungkin ia bisa bilang: justru ketika jadi wakil presiden rencana tersebut bisa lebih cepat terwujud. Sama dengan ketika Gubernur DKI Jakarta Jokowi menjadi capres dulu: banjir Jakarta lebih bisa diatasi.
Jadi, siapa yang mengincar Ridwal Kamil? Prabowo? Ganjar?
Atau jomblo?
Kalau pun jomblo tidak akan lama. Tahun depan pilgub dilangsungkan. Yakni setelah pilpres. Setelah pileg. Di pileg itu istri Ridwan Kamil, Atalia Praratya, maju sebagai calon anggota DPR. Mewakili Golkar. Dari daerah pemilihan Bandung.
Atalia hampir pasti terpilih. Dia sangat populer. Cantik. Ke mana-mana lebih suka naik sepeda motor. Keren. Dengan celana ketatnyi, sepatu jenggonyi, baju modisnyi, dan sepeda motornyi sendiri: jenis jadul yang legendaris. Merek Yamaha XSR 155.
Ridwan Kamil memang masih punya peluang untuk naik. Apalagi dengan munculnya pasangan A-Min. Selebihnya adalah suratan tangan.
Pamitan Ridwan Kamil dilakukan di Masjid Al Jabbar Bandung. Masjid itu indah. Terlihat, pun dari stasiun kereta cepat Tegal Luar, Bandung. Itu Ridwan yang merancang. Kini jadi tujuan wisata religi. Ada museum Nabi Muhammad di dalamnya.
Di situ Ridwan seperti menyindir seseorang. “Pemimpin itu harus visioner. Tapi juga harus punya road map untuk mencapai visinya itu. Kalau tidak, ia bukan seorang pemimpin. Ia hanya seorang pemimpi”.*
Penulis adalah wartawan senior Indonesia