Oleh Dahlan Iskan
SAYA kecolongan. ‘Pencurinya’ perusuh Disway: soal Zeni Tempur.
Mestinya tulisan saya hari ini tentang kesatuan Zeni TNI-AD. Bukan hanya Amerika yang punya corps of engineering. Yang kini mereka lagi bersih-bersih reruntuhan jembatan besar yang ambruk di Baltimore.
Tapi ya sudah. Soal Zeni sudah diulas lengkap oleh dua komentator Disway. Saya setuju dengan komentar itu. Sebagian APBN yang untuk proyek fisik sebaiknya dikerjakan oleh Zeni Tempur. Agar keterampilan tentara di bidang itu terus meningkat. Tanpa praktik di lapangan keterampilan sulit dinaikkan.
Saya jadi ingat saat ke Korea Utara. Sebelum Covid-19. Di Pyongyang saya lihat banyak tentara lagi menanam kabel. Di pinggir jalan raya. Tidak hanya laki-laki. Mereka bekerja dengan seragam tentara. Lengkap. Bukan hanya celana yang doreng atasnya kaus. Atasnya pun baju doreng yang dimasukkan.
Saya siap-siap memotret kegiatan itu. Terutama saat mereka berbaris hendak menarik kabel.
Tiba-tiba pendamping saya mencegah saya mengambil foto. Tidak boleh. Itu bagian dari rahasia negara.
Padahal saya hanya melihatnya sebagai objek foto yang unik saja: tentara mengerjakan proyek penarikan kabel listrik.
Di balik pelarangan itu saya justru dapat info lebih dalam: semua proyek di Korea Utara dikerjakan oleh tentara. Tidak hanya jembatan. Atau badan jalan. Pun gedung bertingkat.
“Lihat di sana itu. Semuanya dibangun oleh tentara,” katanyi.
Dia menunjukkan jari ke arah kumpulan gedung pencakar langit. Banyak sekali. Beberapa blok di pusat kota Pyongyang.
Itulah SCBD-nya Pyongyang.
Saya hitung pelan-pelan: ada berapa gedung pencakar langit di pusat kota itu. Ada 29 gedung.
Semuanya gedung baru. Arsitekturnya tidak beda dengan gedung modern zaman sekarang di negara kapitalis. Indah. Ada yang main kaca kombinasi beton.
Tentu saya tidak tahu apakah kehalusan interiornya sebagus eksteriornya itu.
Yang jelas pusat kota baru Pyongyang jauh dari gambaran tipikal arsitektur negara komunis masa lalu.
Bahwa tentara mampu membangun begitu banyak pencakar langit tentu ilmu teknik sipil dan arsitekturnya sudah sangat tinggi.
Dan semua gedung itu baru. Kesan saya: Pyongyang pun sedang ketularan demam membangun. Ikut tetangga baratnya: Tiongkok.
Dalam kemiskinannya yang parah pun Korut menggeliat seperti itu. Apalagi kalau punya uang.
Maka Korut terus menuntut agar sanksi dari Amerika itu dicabut. Tidak usah semua. Satu saja dulu: boleh ekspor batu bara. Tidak pernah bisa.
Anda sudah tahu: Korut sering uji coba senjata balistik. Rasanya itu bagian dari caranya agar sanksi dicabut. Tanpa itu pun toh sanksi tidak pernah dicabut.
Saya tidak tahu kemampuan Zeni TNI-AD sampai di mana. Sudah setinggi apa.
Sewaktu di PLN saya pernah risau apakah ahli-ahli di PLN mampu mengerjakan sendiri pembangunan PLTU atau gardu induk. Semua dikerjakan kontraktor.
Pun Zeni, kita ingin tahu proyek prestisius apa yang pernah dikerjakannya.
Corps of engineering tentara Amerika punya daftar proyek-proyek raksasa. Lihatlah sendiri di laporannya. Bahkan pernah mengerjakan proyek terbesar di Saudi Arabia. Pun banyak negara lainnya.
Yang saya tahu anggota Korps Zeni bukan orang sembarangan. Salah satu anggotanya bisa mencapai karir tertinggi: Panglima TNI. Bahkan lantas menjadi wakil presiden: Jenderal Try Sutrisno.
Atau, jangan-jangan sifat perang di masa depan sudah tidak lagi membutuhkan Zeni? *
Penulis adalah wartawan senior Indonesia