Oleh Dahlan Iskan
PRABOWO memang beda. Termasuk dalam hal memilih negara mana yang pertama dikunjungi: Tiongkok. Bukan Singapura, tetangga paling dekat. Bukan Malaysia yang sering kita sebut sebagai bangsa serumpun. Atau sesama negara Asean lainnya.
Pun bukan Jepang yang dulu dianggap saudara tua. Atau Amerika Serikat yang jadi godfather banyak negara.
Presiden Prabowo pilih Tiongkok. Beberapa hari lagi berangkat.
Memang ke Tiongkok itu dalam rangkaian perjalanan panjang ke Amerika Serikat, Peru, Brasil dan Inggris. Ada APEC di Peru. Ada G-20 di Brasil. Berarti dalam satu bulan ini Presiden Prabowo akan bertemu Presiden Xi Jinping tiga kali.
Anda bisa menduga mengapa Tiongkok jadi pilihan pertama. Indonesia perlu uang untuk pembangunan. Prabowo punya banyak rencana tapi sulit berharap dari mana dananya.
Mungkin juga Prabowo perlu memberi tahu Tiongkok: punya prioritas yang berbeda dari Presiden Jokowi. Ia ingin all out dalam mengatasi masalah pangan. Bukan lagi infrastruktur atau IKN. Harus lebih dulu swasembada pangan, terutama beras. Juga harus swasembada energi.
Prabowo tidak bisa berharap soal itu dari sesama negara ASEAN. Apalagi Singapura. Pun dalam hal pendanaan. Maka ia abaikan sopan santun lama di depan umum: bertandang ke tetangga sebelah dulu.
Berharap dari Amerika juga sulit. Di sana lagi mengalami proses pergantian presiden.
Saat Prabowo terjadwal bertemu Presiden Joe Biden Amerika sudah punya presiden baru. Tidak banyak yang bisa diharap dari pembicaraan dengan presiden yang tinggal menjabat dua bulan lagi.
Sedangkan ke Peru dan Brazil adalah kewajiban formal. Sulit. Jauh. Makan waktu. Tapi harus dilakukan.
KTT APEC dan G-20 pernah diselenggarakan di Indonesia. Kelak pada gilirannya akan di Indonesia lagi. Presiden kita harus hadir kalau ingin presiden mereka juga hadir di Indonesia.
Harusnya sebagai presiden baru Prabowo tidak pergi jauh secepat ini. Rakyat ingin segera tahu Prabowo itu sebenarnya siapa. Maunya bagaimana. Dalam perbuatan. Bukan omongan.
Sampai hari ini orang masih terus wait and see. Probowo itu siapa. Kok agak berbeda antara yang diucapkan di pidato-pidatonya dengan keputusan yang pernah ia buat.
Memang belum banyak keputusan dari kabinetnya. Kita perlu melihat lagi lebih banyak keputusan dari istananya.
Kita belum bisa menjatuhkan vonis: Prabowo itu sama dengan Pak Jokowi. Atau Prabowo itu tidak sama. Bahkan berseberangan dengan Pak Jokowi.
Sampai sekarang pidato Prabowo yang menggelegar terus diviralkan. Juga pidato pertamanya di DPR saat dirinya dilantik.
Semua itu menggambarkan bahwa Prabowo serba tegas: berantas korupsi. Tegas: akan tegakkan hukum. Tegas: akan berpihak ke rakyat. Tegas: hanya akan mikir kesejahteraan rakyat.
Prabowo juga sudah tiga kali bertemu para menterinya. Pertama saat mereka dipanggil ke kediamannya di Jalan Kartanegara. Kedua saat dikumpulkan di villa besarnya di Hambalang. Ketiga Anda sudah tahu: di Akademi Militer di lembah Tidar, Magelang.
Di tiga kesempatan itu Prabowo konsisten. Serba tegas seperti tegas di atas. Bahkan, seperti dikatakan Wamen Tenaga Kerja, para menteri itu diminta mundur: kalau tidak bisa melaksanakan misi ketegasannya.
Ketegasan apa yang sudah dibuktikan di lapangan?
Belum ada. Belum. Bukan tidak ada. Masih terlalu dini untuk melihat bukti. Kita baru diperlihatkan satu keputusannya: siapa jadi menteri apa.
Dari situ kita masih ragu bahwa Prabowo akan setegas yang diomongkan.
Tapi itu baru dilihat dari satu keputusan. Perlu dilihat dari banyak putusan berikutnya. Sayangnya ia sudah keburu harus ke begitu banyak negara.
Mungkin sekalian ia memberi kesempatan kepada para menterinya untuk menyusun rencana. Harus cepat. Harus nyata. Harus seperti yang digariskan.
Mungkin juga, dalam praktik, rencana itu tidak bisa cepat. Setiap menteri punya wakil. Ada yang seirama dan ada yang punya potensi beda irama.
Saya lihat, banyak yang kalau menterinya kira-kira senang ke utara diberi wakil yang bisa membuatnya menoleh ke selatan. Di Kemenko Hankam, misalnya.
Tidak terasa Prabowo sudah sebulan jadi presiden –ketika ia pulang dari luar negeri nanti. Mungkin kita perlu waktu tiga bulan untuk tahu siapa Prabowo sebenarnya.*
Penulis adalah wartawan Indonesia