Muchid Sang Penjaga Hati

Buku sastra terbaru karya Muchid Albintani, ‘Sajak Sajak Rindu ‘Dini’. (Foto: J5foto)

Oleh Husnu Abadi

Judul Buku : Sajak Sajak Rindu ‘Dini’
Penulis : Muchid Albintani
Prolog : Husnu Abadi
Epilog : Kazzani Ks
Penerbit : Deepublish
ISBN : 978-623-02-5219-8
Cetakan Pertama : September 2022

Antologi Puisi Rindu Dini adalah merupakan antologi  pertama bagi sang penyair Muchid Albintani,  memuat 50 buah puisi yang menurut catatan riwayat tahun-tahun penciptaannya semuanya berasal pada  tahun 2014.  

Terbagi dalam lima bagian yaitu Bagian Sajak Silaturrahmi, Sajak Episode Usaha, Sajak Menjaga Hati, Sajak Episode Keikhlasan, dan Sajak di Penghujung Waktu.

Riwayat kepenyairannya, sebetulnya telah cukup lama, sekitar tahun 1980-an, namun situasi dan kondisi membuatnya cukup lama beristirahat dari dunia kepenyairan.

Di antara penyair dan sastrawan yang hidup di Riau, memang selalu saja ada yang memiliki profesi sebagai pengajar di perguruan tinggi seperti Herman Rante (FIB Unilak), Fakhrunnas MA Jabbar (Faperta UIR), Syafruddin Saleh (UNILAK), Hang Kafrawi (STSR).

Namun Muchid, seperti juga Fakhrunnas, mengajar pada fakultas yang tidak ada kaitannya  dengan dunia kepenyairan ataupun bahasa.

Bahkan sejak tahun 2013, Muchid merupakan dosen Fisipol Universitas Riau dengan predikat doktor (Ph.D.) yang diperolehnya dari Universiti Kebangsaan Malaysia. Dengan demikian Muchid merupakan sedikit dari mereka yang bergelar doctor, dan sekaligus juga seorang penyair. Lengkaplah sudah.

Apa sajakah yang hendak diungkapkan oleh sang Muchid melalui medium puisi?  Apakah dia mempunyai mimpi-mimpi tersendiri yang mesti, ia lahirkan selepas kerisauannya melihat dunia? Ataukah ia hanya asyik dalam dunianya sendiri, dengan hatinya sendiri, dengan kerisauannya sendiri, dengan problematiknya sendiri? Kalau saya amati, kesan saya, memang Muchid sedang bedialog dengan dirinya, dengan segala yang menyangkut perasaannya, hatinya dan segala yang berkenaan dengan itu. Ambillah misalnya sajak Membawa Hati (dalam Bagian Pertama: Silaturrahmi):

mengapa tak kau berikan walau sejumput kesempatan pada ku/ tak pun ku memiliki mu, aku tahu si dia tetap mengklaimnya/ bahwa kau adalah miliknya/mengapa tak kau berikan sebenih rasa iba, kalau tak pun seperdelapan/secuilpun tak masalah/toh si dia tetap saja mengklaim kau adalah miliknya/

Dalam Bagian Kedua (Episode Usaha), sajak Melukis Waktu:

Tatkala rinduku bagai kampas/kan ku lukis semua yang tampak/tak terkecuali pun dalam jiwa mu/yang sedang bersembunyi seikat keraguan/tatkala rinduku bagai kuas/kan ku lukis semua yang tersembunyi/tak terkecuali dalam keghaiban sikapmu/yang penuh misteri/tatkala rinduku bagai waktu/kan ku lukis pada semua yang ada/di alam semesta raya/tak terkecuali dari yang semua menjadi takdir-Nya/

Dalam Bagian Ketiga (Menjaga Hati), sajak Menjaga Hati, ia pun menulis seperti menyambung sajak-sajaknya yang ia tulis di bagian awal:

Benar kata mu sahabat/ada hati yang ingin dijaga, sebab/hati yang dijaga adalah lentera hidup/ kan ku jaga hatimu dari kesetiaan/manakala kau juga menjaga hati ku/dari kekecewaan, mestinya/ sehabat/ mengapa tak kau biarkan saja/hati mu dalam kemandirian/ agar ketika kau tak sendiri lagi /itulah pertanda bahwa hatimu/adalah milik-Nya…/

1