
J5NEWSROOM.COM, Batam – Kepolisian Daerah Kepulauan Riau (Polda Kepri) mengungkap jaringan pemalsuan sertifikat tanah dan dokumen milik BP Batam yang beraksi sejak 2023 hingga 2025.
Aksi sindikat ini menyeret tujuh tersangka dan mengakibatkan kerugian masyarakat mencapai Rp 16,8 miliar, dengan 247 korban tersebar di Batam, Tanjungpinang, dan Bintan.
Kapolda Kepri, Irjen Pol Asep Safrudin, menjelaskan pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat di Tanjungpinang yang menemukan sertifikat tanah mereka tidak terdaftar secara resmi.
“Para pelaku memalsukan sertifikat, mengubah dari analog ke elektronik, dan mengatasnamakan BPN. Mereka bekerja terstruktur, seolah bagian dari lembaga resmi, dan memiliki peran masing-masing,” ujar Irjen Asep dalam konferensi pers di Mapolda Kepri, Kamis (3/7/2025).
Menurut Irjen Asep, objek pemalsuan mencakup dokumen tanah di Tanjungpinang, Bintan, dan Batam. Para pelaku bahkan memanfaatkan teknologi, seperti aplikasi pengukuran lahan, serta mencetak sertifikat palsu yang dilengkapi barcode agar tampak sah.
“Kami berterima kasih atas dukungan Wali Kota Tanjungpinang dan BP Batam. Kolaborasi ini menjadi kunci membongkar jaringan mafia tanah ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Kepri, Kombes Pol Ade Mulyana, memaparkan modus sindikat yang menawarkan jasa penerbitan sertifikat melalui media sosial hingga jaringan perantara. Para korban, baik individu maupun badan usaha, dijanjikan sertifikat resmi meskipun tidak memiliki alas hak tanah yang sah.
“Tersangka utama berinisial ES (28) mengaku sebagai Kabid Satgas Mafia Tanah ATR/BPN. Dia menjual sertifikat palsu mulai Rp 30 juta per bidang, bahkan di Batam bisa mencapai Rp 1,5 miliar per lokasi,” jelas Kombes Ade.
Ia merinci, ES bersekongkol dengan enam tersangka lain, yakni RAZ (30) yang berperan mendesain dan mencetak sertifikat palsu, sekaligus membuat situs palsu sentuhtanahku.id untuk verifikasi barcode.
MR (31) dan ZA (36) berpura-pura menjadi petugas ukur dari ATR/BPN. Sementara LL (47) bertugas mempromosikan jasa pemalsuan lewat media sosial. KS (59), Ketua LSM, berperan menjaring korban di Tanjungpinang dan Bintan, serta memperoleh keuntungan hingga Rp 800 juta. Sedangkan AY (58) menjadi penghubung korban di Batam.
Polda Kepri juga berhasil menyita berbagai barang bukti bernilai fantastis. Hasil penggeledahan menghasilkan:
– 44 sertifikat palsu (10 digital, 34 analog)
– 12 faktur UWT BP Batam dan 2 peta lokasi
– Laptop, printer, ponsel, serta atribut palsu BPN
– 15 unit mobil, 2 boat pancung, 3 rumah, dan 41 gram emas
– Uang tunai Rp 909 juta
“Total kerugian para korban mencapai Rp 16.814.329.230,” ujar Kombes Ade Mulyana.
Para tersangka dijerat Pasal 263 dan 378 KUHP tentang pemalsuan dan penipuan, serta Pasal 55, 56, dan 64 KUHP mengenai peran bersama dan tindak pidana berlanjut, dengan ancaman maksimal enam tahun penjara. “Kasus ini masih kami dalami untuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain,” tegas Kombes Ade.
Polda Kepri mengimbau masyarakat lebih berhati-hati saat mengurus sertifikat tanah. Masyarakat diingatkan untuk selalu memastikan dokumen diterbitkan melalui instansi resmi dan prosedur yang sah.
Editor: Agung

